Subsidi Pajak untuk Impor Alat Tes PCR Sudah Mencapai Rp 366 Miliar

ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/wsj.
Kementerian keuangan mencatat, realisasi penyaluran insentif perpajakan untuk impor alat kesehatan sepanjang tahun ini hingga bulan Juli sudah mencapai Rp 799 miliar.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
19/8/2021, 11.23 WIB

Kementerian Keuangan mencatat pemberian insentif untuk impor alat tes PCR menyerap anggaran paling besar dibandingkan alat kesehatan lainnya. Realisasi subisidi pajak yang sudah diberikan pemerintah sepanjang tahun ini hingga 14 Agustus mencapai Rp 366,76 miliar.

Total insentif perpajakan untuk importasi alat tes PCR terdiri atas, pembebasan bea masuk (BM) dan pajak dalam rangka impor (PDRI). Subsidi BM tercatat sebesar Rp 107 miliar, pajak pertambahan nilai (PPN) yang tidak dipungut Rp 193 miliar, serta pembebasan PPh Pasal 22 Rp66 miliar.

Alat tes PCR merupakan salah satu barang yang paling pertama diberi subsidi pajak importasi oleh pemerintah. Subsidi ini sudah diberikan sejak awal pandemi pada Maret 2020.

"Adanya insentif fiskal dan prosedural untuk importasi PCR Test ini diharap mampu memenuhi kebutuhan PCR Test bagi kegiatan testing dan tracing dengan harga yang murah dan mudah untuk didapatkan," demikian tertulis dalam keterangan pers Kementerian Keuangan yang diterima Katadata.co.id, Kamis (19/8).

Kementerian keuangan juga mencatat realisasi penyaluran insentif perpajakan untuk impor alat kesehatan sepanjang tahun ini hingga bulan Juli sudah mencapai Rp 799 miliar. Nilai ini mencakup 20% dari total impor alat kesehatan pada periode yang sama sebesar Rp 4 triliun.

Selain alat tes PCR, jenis barang lainnya yang paling banyak diimpor secara berurutan antara lain, masker, terdiri atas masker bedah, non-bedah dan N95, ventilator, pakaian pelindung diri (APD), obat-obatan, mesin In Vitro atau uji lab dan virus transfer media.

Pemerintah juga secara khusus memberikan insentif importasi untuk pengadaan oksigen baru sejak awal Juli 2021 ketika terjadi kelangkaan akibat lonjakan pasien positif Covid-19. Fasilitas ini diberikan untuk impor oksigen, oksigen concentrator, oksigen generator, tabung oksigen, dan regulator.

Jenis barang impor yang memperoleh insentif kepabeanan terdiri atas 26 kelompok barang sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 92/PMK.04/2021. Beleid ini merupakan penyempurnaan dari kategorisasi 73 jenis barang dalam PMK 34/PMK.04/2020.

Selain aturan di atas, Kementerian Keuangan juga memiliki PMK lain yang memberikan insentif perpajakan untuk kebutuhan penanganan pandemi lainnya. Ketentuan tersebut, yakni PMK 68/PMK.10/2021 berupa bea masuk ditanggung pemerintah untuk industri strategis yang terdampak Covid-19 khususnya sektor industri farmasi dan alat kesehatan, serta PMK 188/PMK.04/2020 yang secara khusus memberi fasilitas untuk impor vaksin Covid-19.

Terdapat juga beberapa beleid lama yang masih relevan seperti, PMK 102/PMK.04/2007 yang memberi insentif untuk obat-obatan melalui dana APBN bagi masyarakat, PMK 171/PMK.04/2019 berupa insentif impor fasilitas Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah untuk kepentingan umum, serta PMK 70/PMK.04/2012 yang memberi subsidi impor barang hibah atau hadiah untuk ibadah, amal dan sosial.

Di sisi lain, pemerintah juga menjamin distribusi impor alat kesehatan dengan memberi insentif prosedural. Hal ini diberikan dengan dukungan percepatan pengeluaran barang impor, dan penyederhanaan perizinan tata niaga impor yang dapat diberikan oleh BNPB dengan pengajuan permohonan secara elektronik melalui sistem Online Single Submission (OSS) di laman www.insw.go.id.

Menteri Keuangan Sri Mulyani telah menganggarkan alokasi khusus untuk insentif perpajakan kesehatan yang nilainya mencapai Rp 20,85 triliun. Insentif perpajakan ini dalam bentuk pembebasan pajak atau pajak ditanggung pemerintah untuk pengadaan vaksin dan alat kesehatan.

Bendahara negara itu mempertebal anggaran untuk kesehatan dalam dana PEN 2021 dari sebelumnya Rp 193,3 triliun menjadi Rp 214,95 triliun. Penambahan anggaran ini dilakukan bulan lalu saat lonjakan kasus Covid-19 yang tinggi, sehingga mendorong pemerintah meningkatkan belanja kesehatan. Salah satu yang juga ditambah ialah pengadaan obat Covid-19 bagi pasien isolasi mandiri.

"Dengan kenaikan Covid-19, banyak sekali yang melakukan isolasi mandiri. Pemerintah akan membagikan dua juta paket obat gratis," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers, Rabu (21/7).

Tambahan alokasi meresopon kenaikan kasus positif bulan lalu juga diberikan untuk klaim perawatan pasien yang nilainya ditambah Rp 25,87 triliun. Insentif tenaga kesehatan juga dipertebal ddengan penambahan Rp 1,08 triliun, serta anggaran Rp 2,75 triliun untuk pembangunan layanan kesehatan darurat.

Reporter: Abdul Azis Said