Pemerintah Tarik Pinjaman, Utang Luar Negeri Juli Tembus Rp 6.000 T

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/pras.
ULN Pemerintah pada akhir Juli 2021 mencapai US$ 205,9 miliar setara Rp 2.977 triliun.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
15/9/2021, 12.50 WIB

Bank Indonesia (BI) melaporkan posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir Juli 2021 sebesar US$ 415,7 miliar atau setara Rp 6.011 triliun sesuai kurs jisdor akhir periode tersebut. ULN tersebut tumbuh melambat 1,7% secara year-on-year (yoy), lebih kecil dari pertumbuhan tahunan bulan Juni sebesar 2%.

"Perkembangan tersebut terutama disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan ULN Pemerintah," kata Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam keterangan resminya, Rabu (15/8).

Posisi ULN Pemerintah pada akhir Juli 2021 mencapai US$ 205,9 miliar setara Rp 2.977 triliun. Nilai ini naik 3,5% yoy, melambat dibandingkan dengan pertumbuhan bulan Juni 2021 sebesar 4,3% yoy. Namun secara bulanan, ULN pemerintah pada Juli bertambah US$ 900 juta atau Rp 13 triliun dari posisi akhir Juni US$ 205,1 miliar.

Perlambatan ULN pemerintah secara tahunan disebabkan oleh penurunan posisi Surat Berharga Negara (SBN) domestik dan pembayaran pinjaman bilateral. Namun pada saat yang sama, pemerintah juga menarik pinjaman luar negeri untuk mendukung penanganan dampak pandemi Covid-19. Erwin memastikan langkah ini dilakukan dengan tetap menjaga kredibilitas pengelolaan ULN pemerintah yang ditunjukkan dengan pelunasan pokok pinjaman yang jatuh tempo.

Selain itu, pemerintah pada Juli juga menerbitkan SBN dalam dua mata uang asing, yakni dolar AS dan Euro. "Ini untuk memenuhi pembiayaan APBN secara umum, termasuk untuk mendukung percepatan pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Penerbitan SBN valuta asing tersebut memanfaatkan momentum sentimen positif investor yang kuat dan kondusifnya pasar keuangan AS," kata Erwin.

Posisi ULN pemerintah tersebut digunakan untuk membiayai sejumlah belanja prioritas, antara lain belanja administrasi pemerintah, pertahanan dan jaminan sosial wajib yang mencakup 17,8% dari total ULN Pemerintah. Sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial menyerap 17,2%, sektor jasa pendidikan 16,4%, sektor konstruksi 15,4%, serta sektor jasa keuangan dan asuransi 12,6%.

Sebaliknya, ULN swasta menunjukkan penguatan yang ditunjukkan dengan pertumbuhan 0,1% secara yoy pada Juli menjadi US$ 207 miliar, setelah bulan sebelumnya masih terkontraksi 0,2%. Namun secara nominal, ULN swasta turun US$ 800 juta dari US$ 207,8 miliar pada bulan sebelumnya. 

Pertumbuhan tahunan ULN swasta didorong oleh ULN perusahaan bukan lembaga keuangan yang tumbuh 1,5%, meski melambat dari 1,7% pada bulan sebelumnya. Sementara itu, pertumbuhan ULN lembaga keuangan mengalami terkontraksi sebesar 5,1%, membaik dibandingkan bulan sebelumnya 6,9%.

Berdasarkan sektornya, ULN swasta terbesar bersumber dari sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas dan udara dingin, sektor pertambangan dan penggalian, serta sektor industri pengolahan, dengan pangsa mencapai 76,6% dari total ULN swasta.

Erwin mengatakan, struktur ULN Indonesia masih tetap sehat yang tercermin dari dua indikator, yakni rasio ULN terhadap PDB dan rasio ULN dengan tenor jangka panjang yang masih tinggi. Rasio ULN Indonesia bulan Juli terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) 36,6%, menurun dibandingkan dengan rasio pada bulan sebelumnya 37,5%.

"Selain itu, struktur ULN Indonesia tetap sehat, ditunjukkan oleh ULN Indonesia yang tetap didominasi oleh ULN berjangka panjang, dengan pangsa mencapai 88,3% dari total ULN," kata Erwin.

Hampir seluruh ULN pemerintah memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9%. Pangsa utang jangka panjang ULN swasta juga mencapai 76,6%.

Reporter: Abdul Azis Said