Pajak Sembako Berpotensi Tambah Penerimaan Negara Rp 15,85 Triliun

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/wsj.
Ilustrasi. Pemerintah memastikan PPN sembako hanya akan diberlakukan untuk jenis sembako yang dikonsumsi masyarakat berpenghasilan tinggi.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
17/9/2021, 17.59 WIB

Sementara Ekonom INDEF Nailul Huda justru menyoroti masih belum jelasnya indikator untuk jenis sembako untuk konsumen kelas atas seperti yang disebutkan Menteri Keuangan Sri Mulyani.

"Apakah begitu daging wagyu dijual di pasar tetap termasuk barang yang mahal. Barang mahal juga tidak selalu dijual di supermarket," kata dia. 

BELANJA NASIONAL BULAN APRIL 2021 (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/rwa.)

Sejumlah barang yang dianggap mahal bisa saja dijual di pasar tradisional yang sebenarnya identik dengan kelas menengah bawah. Hal ini, menurut dia, bukan tidak mungkin selama pedagang memiliki akses ke produsennya, sehingga justru tidak akan efektif.

Ia mengatakan RUU KUP hanya akan memberikan gambaran umum terkait bahan pokok yang tidak masuk dalam obyek pajak yang dikecualikan dari pengenaan PPN. Namun, jenis bahan pokok yang akan dikenakan PPN kemugkinan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

Huda khawatir pemerintah dapat kapan saja mengenakan bahan pokok yang dapat dikenakan PPN bergantung pada kebutuhan penerimaan lantara pengaturan perinciannya akan lebih mudah dengan mengubah PMK.

"Ketika pemerintah butuh biaya lebih banyak, otomatis bisa dengan mudah mengubah PMK-nya," katanya.

Menurut dia, masih ada alternatif instrumen pajak lain yang dapat digunakan jika pemerintan hanya ingin memajaki orang kaya. Salah satunya, melalui pajak impor. Ini karena tidak sedikit barang konsumsi masyarakat berpenghasilan tinggi merupakan produk impor, seperti daging wagyu.

Pemerintah mengeluarkan bahan pokok  dalam daftar barang yang akan dikecualikan sebagai obyek PPN dalam peruabah beleid perpajakan yang baru. Namun dalam klarifikasinya, Sri Mulyani mengatakan PPN sembako hanya akan diberlakukan untuk jenis sembako yang dikonsumsi masyarakat berpenghasilan tinggi.

"Misalnya beras atau daging berkualitas khusus yang biasanya berharga tinggi," ujar Sri Mulyani dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI bersama Kementerian Keuangan, Senin (13/9).

Selain sembako, jasa pendidikan dan kesehatan juga akan kena PPN. Namun untuk jasa pendidikan hanya dikenakan bagi sekolah yang tidak menyelenggarakan kurikulum minimal yang dipersyaratkan dalam UU Sistem Pendidikan Nasional. Dengan begitu sekolah negeri ataupun madrasah tetap bebas PPN.

Sementara untuk PPN kesehatan hanya diberlakukan bagi jasa klinik kecantikan atau estetika yang bersifat non-esensial. Sementara layanan kesehatan yang menggunakan sistem jaminan kesehatan nasional (BPJS) akan tetap bebas PPN.

Selain itu, Sri Mulyani berencana mengubah skema pungutan PPN dari satu tarif menjadi multitarif dengan rentang 5% hingga 25%. Sementara tarif PPN yang berlaku umum akan dinaikkan dari 10% menjadi 12%.

Halaman:
Reporter: Abdul Azis Said