DPR Restui Nyoman Adhi Jadi Anggota Baru BPK Meski Diwarnai Kritik

Youtube/Komisi XI DPR
Calon Anggota BPK Nyoman Adhi Suryadnyana saat mengikuti proses fit and proper test di DPR pada Rabu (8/9). Sidang Paripurna DPR memberikan persetujuan terhadap penunjukkan Nyoman sebagai anggota BPK.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
21/9/2021, 16.58 WIB

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui Nyoman Adhi Suryadnyana sebagai anggota Badan Pemerika Keuangan (BPK) yang baru. Restu tetap diberikan DPR kepada Nyoman meski penetapannya diwarnai penolakan dari berbagai pihak.

"Perkenankan kami menanyakan kepada sidang dewan terhormat, apakah laporan Komisi XI terhadap uji kelayakan tersebut (seleksi anggota BPK) dapat disetujui? terimakasih," ujar Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-5 Masa Persidangan I Tahun 2021-2022, Selasa (21/9).

Usai mengetok palu dan disetujui seluruh anggota DPR RI yang hadir dalam sidang itu, Nyoman yang juga hadir dalam persidangan siang tadi langsung berfoto dengan Dasco. Setelah resmi terpilih, Nyoman akan menggantikani Bahrullah Akbar yang akan pensiun pada 29 Oktober. 

Dalam paparannya di depan anggota DPR RI, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie menjelaskan, pemilihan Nyoman telah melalui serangkaian proses dan mengikuti ketentuan yang ada pada pasal 14 ayat 1 UU No 15 tahun 2006. Beleid tersebut menerangkan bahwa pemilihan anggota BPK merupakan wewenang DPR dengan mempertimbangkan usulan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI.

Dolfie mengatakan, seleksi dimulai dengan membuka pendaftaran calon anggota dengan membuat pengumuman di media massa pada 31 Mei-2 Juni 2021. Kemudian dilanjutkan dengan rapat internal Komisi XI pada 24 Juni 2021 dengan hasil meloloskan 16 nama calon yang kemudian mengumumkannya ke publik.

Ia juga mengatakan, pihaknya telah meminta pertimbangan ke DPD RI dan Mahkamah Agung (MA) terkait daftar nama-nama calon BPK. Dari hasil konsultasi, Komisi XI melanjutkan dengan rapat internal pada 6 September. Dari hasil rapat tersebut, Komisi XI sepakat untuk menggelar fit and proper test atau uji kelayakan.

Uji kelayakan kemudian digelar pada 8-9 September yang lalu. Dari 16 nama yang sebelumnya diumumkan, satu calon mengundurkan diri, sehingga tersisa 15 calon anggota yang mengikuti proses uji kelayakan.

Komisi XI langsung menggelar sesi voting pada hari yang sama usai peserta terakhir memaparkan bahan uji kelayakanya. Pada rapat yang disambung pada Kamis malam (9/9), hasil pemungutan suara menunjukkan Nyoman memperoleh suara terbanyak dan mengungguli 14 calon lainnya.

"Komisi XI DPR RI menyepakati satu calon anggota BPK terpilih dengan peroleh suara terbanyak yaitu Saudara Nyoman Adhi Suryadnyana, yang memperoleh 44 suara dari jumlah total 56 suara," kata Dolfie.

Nyoman mengungguli dukungan terhadap Encep Suwarna yang memperoleh 12 suara, sementara 13 calon lainnya berakhir tanpa dukungan.

Pencalonan Nyoman terus diwarnai penolakan, terutama karena statusnya yang dianggap gagal memenuhi ketentuan dalam UU nomor 15 tahun 2006 tentang BPK. Dalam beleid tersebut, pasal 13 huruf (j) menuliskan, calon anggota BPK tidak menjabat sebagai pegawai di lembaga pengelola keuangan minimal dua tahun.

Berdasarkan lama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, hingga September 2020 Nyoman masih tercatat sebagai Kepala Bidang Kepabeanan dan Cukai, Kanwil Beacukai Sulawesu Bagian Selatan. Ini setelah ia melepas jabatannya eselon III Kepala Kantor Pengawasan dan pelayanan Bea-Cukai Manado hingga Desember 2019.

Hasil kesepakatan komisi XI yang meloloskan Nyoman mendapat sorotan dari Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI).  MAKI rencananya akan menggugat hasil pemilihan tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Ketua MAKI Boyamin Saiman menilai, masih banyak calon lainnya yang lebih layak dibandingkan Nyoman.

"Nantipun ketika dipaksakan sampai di Presiden, akan kami gugat ke PTUN," kata Boyamin saat dihubungi Katadata.co.id, Jumat (10/9).

Boyamin menilai kehadiran Nyoman di tubuh BPK justru menjadi preseden buruk terhadap kinerja lembaga audit negara itu. Nyoman berpotensi digugat balik oleh orang-orang yang diduga korupsi dan merugikan negara. Ada peluang mereka menggugat hasil pemeriksaan BPK karena pimpinan BPK sendiri terpilih sekalipun jelas-jelas gagal memenuhi UU.

Reporter: Abdul Azis Said