Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) telah memanggil sejumlah obligor dan debitur BLBI untuk menyelesaikan kewajibannya kepada negara pada pekan ini. Pemanggilan antara lain dilakukan terhadap Kwan Benny Ahadi, Kaharudin Ongko, hingga Sjamsul Nursalim.
Direktur Hukum dan Humas Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan Tri Wahyuningsih Retno Mulyani menginformasikan ada dua obligor/debitur yang dipanggil pada hari ini yakni Kwan Benny Ahadi dan PT Era Persada. Kwan Benny memiliki utang BLBI Rp 157,73 miliar, sedangkan Era Persada Rp 118,7 miliar.
Ini merupakan pemangggilan kedua Kwan Benny. Dalam pertemuan hari ini, ia diwakili oleh kuasanya.
"Obligor atau debitur atas nama Kwan Benny Ahadi diwakili oleh kuasa dari yang bersangkutan, yakni Albertus Banunaek dan Erry Putriyanti," tulis Direktur Hukum dan Humas DJKN Tri Wahyuningsih Retno Mulyani, Kamis (23/9).
Sementara pertemuan dengan Era Persada akan dijadwal ulang pada Jumat (24/7).
Selain keduanya, ada empat nama obligor atau debitur BLBI lainnya yang dipanggil dan sudah menghadap Satgas sejak awal pekan ini. Pada Senin (20/9), anak dari obligor atau debitur atas nama Setiawan Harjono dan Hendrawan Harjono mengirimkan perwakilan kuasa hukumnya. Kedua obligor tersebut dipanggil untuk melunasi utang Rp 3,5 triliun.
Kemudian pada Selasa (21/9), Satgas memanggil Kaharudin Ongko hadir yang datang dengan diwakili oleh pengacara PT AMMA. Ongko ditagih utang senilai Rp 8,6 triliun, termasuk biaya administrasi. Ia menghadap setelah sehari sebelumnya Satgas menyita hartanya dari sebuah rekening di bank swasta.
Selain itu, pada Rabu (22/9), obligor/debitur Sjamsul Nursalim juga hadir melalui kuasa hukumnya. Ia dipanggil untuk melunasi utangnya sebesar Rp 470,65 miliar.
Sjamsul Nursalim adalah pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia. Ia sempat menjadi buronan Komisi Pemberantasan Korupsi alias KPK dan masuk dalam daftar pencarian orang bersama istrnya.
Samsjul bersama beberapa pemilik bank saat itu dianggap bersekongkol dengan pejabat Bank Indonesia (BI) menggembosi uang negara lewat fasilitas BLBI. Kerugian dalam kasus BLBI yang terkait Sjamsul Nursalim adalah sebesar Rp 4,58 triliun.
Namun, Sjamsul kini tak lagi berstatus buron setelah lembaga antirasuah ini mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan atau SP3 untuk perkara dugaan korupsi BLBI pada 31 Maret 2021. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata beralasan keluarnya SP3 karena syarat adanya perbuatan penyelenggara negara dalam perkara tersebut tidak terpenuhi.
Dalam konferensi pers awal pekan ini, Satgas BLBI mengumumkan bahwa pengejaran para pengemplang BLBI telah berbuah aset lahan yang diidentifikasi eks BLBI seluas 15,2 hektar. Sekitar 5,2 hektare sudah dikuasai secara fisik pada akhir Agustus lalu.
Selain itu, pemerintah juga menyatakan telah menyita harta Kaharudin Ongko senilai lebih dari Rp 110 miliar. Penyitaan sekaligus pencairan dieksekusi terhadap uang miliki Kaharudin Ongko yang tersimpang di salah satu bank swasta nasional dalam bentuk escrow account pada Senin (20/9). Jumlah mencapai Rp 110 miliar, terdiri atas escrow account dalam nominal rupiah sebesar Rp 664,9 juta dan dalam bentuk dolar AS sebesar US$ 7,6 juta atau setara Rp 109,5 miliar.
"Ini adalah yang kami sita dan cairkan untuk kemudian masuk ke kas negara. Hasil sitaan ini sudah masuk ke kas negara semenjak kemairn sore," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Progres Pelaksanaan Tugas Satgas BLBI, Selasa (21/9).
Meski demikian, jumlah yang ditarik tersebut baru sebagian kecil dari total utang Ongko yang sebelumnya diidentifikasi sebesar Rp 8,2 triliun. Karena itu, Sri Mulyani mengatakan Satgas masih akan mengejar aset Ongko lainnya, termasuk aset tetap maupun aset bergerak.