Sri Mulyani: Target Pertumbuhan Ekonomi 5,2% Tahun Depan Realistis

Antara/Rivan Awal Lingga
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperingatkan laju pemulihan masih akan menghadapi banyak ketidakpastian, mulai dari kemungkinan munculnya mutasi Covid-19 hingga kondisi geopolitik global yang dinamis.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
30/9/2021, 16.06 WIB

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui Rancangan Undang-Undang APBN 2022 yang antara lain menetapkan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2%. Menteri Keuangan Sri Mulyani optimistis target tersebut akan tercapai seiring pemulihan ekonomi yang akan berlanjut. 

"Perkiraan tersebut cukup realistis dengan mempertimbangkan dinamika pemulihan dan reformasi struktural untuk mendorong kinerja perekonomian yang lebih akseleratif," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-6 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2021-2022, Kamis (30/9).

Ia memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada tahun depan akan didorong oleh konsumsi rumah tangga, investasi, serta ekspor dan impor. Ketiga komponen ini diperkirakan sudah mulai mencatatkan pertumbuhan pada tahun ini, berbanding terbalik dengan kondisi tahun lalu. 

Konsumsi rumah tangga yang merupakan penyumbang separuh perekonomian diperkirakan tumbuh 2,3%-2,6% pada tahun ini. Konsumsi pemerintah tumbuh 3,4%-4,2%,  investasi 4,4%-4,9%, serta ekspor dan impor tumbuh masing-masing 17,9%-19,4% dan 17,3%-18,0%.

Proyeksi yang optimistis ini, menurut Sri Mulyani muncul seiring tingkat kepercayaan masyarakat yang sudah mulai meningkat pada tahun ini dan diperkirakan menguat pada tahun depan. Di sisi lain, pemerintah dan bank sentral akan menjaga inflasi tetap terkendali agar daya beli masyarakat terjaga. 

Mantan direktur pelaksana bank dunia ini juga mengatakan, penguatan dan penyempurnaan program perlindungan sosial yang akan didesain lebih tepat sasaran. Hal ini diharapkan membantu keberlanjutan pemulihan sekaligus mewujudkan pemerataan pembangunan.

Sri Mulyani juga menilai langkah-langkah yang sudah dilakukan pemerintah tersebut akan berbuah perbaikan tingkat kesejahteraan. Pemerintah menargetkan tingkat kemiskinan pada tahun depan akan turun menjadi 8,5% –9,0%. Tingkat pengangguran terbuka juga akan turun ke kisaran 5,5-6,3%, perbaikan ketimpangan atau gini ration membaik menjadi 0,376- 0,378, demikian pula dengan pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di kisaran 73,41-73,46.

"APBN telah menunjukkan perannya sebagai instrumen countercyclical dalam meredam dampak pandemi dan mendorong perekonomian untuk kembali pulih," ujar Sri Mulyani.

Meski demikian, Sri Mulyani juga memperingatkan laju pemulihan masih akan menghadapi banyak ketidakpastian, mulai dari kemungkinan munculnya mutasi Covid-19 hingga kondisi geopolitik global yang dinamis.

Sri Mulyani sebelumnya sudah memperingatkan tiga risiko eksternal yang membayangi ekonomi domestik. Ketiganya yakni risiko gagal bayar utang pemerintah AS, krisis utang menggunung raksasa properti Tiongkok Evergrande, hingga rencana tapering off bank sentral AS.

“Kami melihat ada risiko baru yaitu stabilitas sektor keuangan di Tiongkok karena terjadinya gagal bayar dari perusahaan konstruksi terbesar kedua di negara tersebut,” ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN Kita, Kamis (23/9)

Ekonom juga memperingatkan krisis Evergrande berpeluang memukul konsumsi domestik Tiongkok, sehingga pada akhirnya dapat berpengaruh terhadap kinerja ekspor Indonesia ke negara itu. Tiongkok adalah negara tujuan ekspor terbesar Indonesia dengan porsi ekspor nonmigas pada bulan lalu mencapai 23,48% atau  US$ 4,78 miliar. 

Reporter: Abdul Azis Said