Bank Indonesia (BI) melaporkan stabilitas sistem keuangan Indonesia pada paruh pertama tahun ini tetap terjaga sekalipun masih dibayangi pandemi Covid-19. Hal ini tercermin dari Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (ISSK) pada akhir periode tersebut sebesar 0,31, jauh dari kondisi krisis yang diindikasikan dengan angka 2.
Kondisi sistem keuangan yang normal terindikasi dari tiga aspek, yakni ketahanan sistem keuangan yang terjaga, kinerja fungsi intermediasi yang menunjukkan pemulihan, serta inklusi ekonomi dan keuangan yang meningkat.
Dari aspek ketahanan sistem keuangan, BI melaporkan kondisi keuangan di sektor korporasi, rumah tangga dan perbankan tetap berdaya tahan di tengah pandemi. Ketahanan korporasi ditopang oleh kondisi likuditas yang memadai dan leverage yang terjaga.
"Angka median Interest Coverage Ratio (ICR) yang mencerminkan kemampuan bayar korporasi pada Semester I 2021 mengalami pemulihan dan mencapai angka di atas nilai ambang batas 1,5 di akhir semester," demikian tertulis dalam laporan Kajian Stabilitas Keuangan yang dirilis BI, Selasa (5/10).
BI juga melaporkan, potensi gagal bayar atas kredit korporasi atau probability of default terus turun setelah mencapai titik tertingginya pada kuartal II tahun lalu.
Dari sektor rumah tangga, rasio pembayaran cicilan terhadap total pengeluaran relatif stabil dan rendah. Dengan demikian, spillover dari risiko korpoasi dan rumah tangga terhadap perbankan cukup terbatas. Hal ini tercermin dari rasio kredit bermasalah alias non performing loan (NPL) yang terkendali dilevel 3,24%, di bawah ambang batas 5%.
Selain itu, daya tahan sistem keuangan juga tercermin dari ketahanan sektor perbankan. Hal ini terlihat dari kondisi permodalan yang masih tinggi dan likuiditas yang kuat. Rasio permadalan bank (CAR) sebesar 24,30%. Sehingga BI memastikan perbankan masih cukup baik untuk menyerap risiko ke depan.
Sementara itu dari aspek rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (DPK) mencapai 32,95%, jauh di atas nilai ambang batas 10%. Kondisi ini menunjukkan bahwa perbankan memiliki ketahanan likuiditas yang memadai. Ini sekaligus mengindikasi masih adanya kapasitas untuk peningkatan intermediasi.
Selain ketahanan sistem keuangan, kondisi yang masih stabil juga tercermin dari realisasi fungsi intermediasi perbankan yang tumbuh positif 0,59% pada akhir semester I 2021. Membaiknya penyaluran kredit sepanjang Januari-Juni terutama ditopang permintaan kredit dari korporasi yang berorientasi ekspor, serta kredit konsumsi rumah tangga terutama Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Sementara dari sisi inklusi ekonomi dan keuangan ditunjukkan oleh membaiknya kinerja UMKM. Perbaikan terutama pada UMKM yang berorientasi ekspor serta dukungan Pemerintah pada sektor UMKM terutama pada segmen Kredit Usaha Rakyat (KUR).
BI juga memperkirakan stabilitas sistem keuangan pada paruh kedua masih akan tetap terjaga. Dari sisi intermediasi perbankan, BI memprakirakan pertumbuhan kredit pada 2021 sebesar 4% - 6% dan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 6% - 8%.
Perkembangan penyaluran kredit akan banyak dipengaruhi oleh perbaikan kinerja korporasi, khususnya sektor yang berorientasi ekspor. Selain itu, dinamika permintaan kredit dari sektor rumah tangga juga membantu meningkatkan fungsi intermediasi perbankan pada paruh kedua mendatang.
"Peningkatan permintaan komoditas batu bara dan barang tambang lainnya seperti nikel dan timah, berdampak positif pada peningkatan permintaan kredit baru untuk korporasi ekspor," tulis laporan tersebut.
Sementara itu, kinerja korporasi pada sektor-sektor lainnya diprakirakan masih berpotensi tertahan seiring dengan pembatasan mobilitas dan aktivitas keramaian pada pusat-pusat kegiatan ekonomi. Kondisi ini akan memengaruhi permintaan pembiayaan dan pertumbuhan intermediasi ke depan.
BI memperkirakan ketahanan korporasi relatif terjaga pada semester kedua, ditopang antara lain oleh leverage yang terkendali. Median ICR pada Semester II 2021 tercatat 1,62, membaik dibandingkan Semester II 2020 sebesar 0,31 atau berada di bawah nilai ambang batas 1,5.
BI juga memperkirakan konsums akan melandai. Konsumsi sekunder dan tersier kelas menengah bawah diperkirakan akan kembali turun. Namun, pertumbuhan permintaan kredit masih akan berlanjut ditopang konsumsi primer dan konsumsi rumah tangga kelas menengah atas yang masih akan kuat meski terdapat penurunan.
Meski demikian, BI menyebut perlu mewaspadai sejumlah tantangan yang berpotensi menahan pemulihan. Ketidakpastian pasar keuangan global diperkirakan masih berlanjut seiring rencana tapering off bank sentral AS yang diperkirakan dimulai pada akhir tahun ini.
"Kondisi ini berpotensi mendorong pengalihan aliran modal kepada aset keuangan yang dianggap aman (flight to quality), sehingga mengakibatkan tertahannya aliran modal dan meningkatnya tekanan nilai tukar di negara berkembang, termasuk Indonesia," tulis laporan tersebut.
Selain mengantisipiasi rencana tapering off The Fed, BI juga menyebut lonjakan Covid-19 varian Delta serta langkah restriksi pada sejak awal semester II berpotensi menahan pemulihan ekonomi. Selain itu, pembatasan mobilitas juga berpeluang mempengaruhi sistem keuangan, khususnya sepanjang periode Juli-September.