NIK Jadi NPWP, Sri Mulyani: Tak Semua Pemiliknya Harus Bayar Pajak

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut pemerintah berpihak pada masyarakat menengah bawah dalam RUU HPP dengan menaikkan batas pendapatan tarif PPh terendah.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
7/10/2021, 19.59 WIB

Pemerintah akan memfungsikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sesuai dengan ketentuan dalam Rancangan Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang disahkan Sidang Paripurna DPR, Kamis (7/10). Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan ketentuan ini tak lantas membuat semua pemilik NIK harus membayar pajak

"Saya ingin tegaskan, dengan adanya UU HPP, setiap orang pribadi single yang punya pendapatan hingga Rp 4,5 juta atau Rp 54 juta per tahun, tetap tidak akan kena pajak atau 0%," ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers RUU HPP, Kamis (7/10). 

Hal ini, menurut dia, sesuai dengan ketentuan batas maksimal pendapatan tidak kena pajak (PTKP) yang dipatok Rp 54 juta per tahun untuk wajib pajak belum berkeluarga. Besaran PTKP per tahun bertambah jika WP sudah berkeluarga. 

"Tambahan untuk wajib pajak yang sudah berkelurga Rp 4,5 juta jika istri tidak bekerja, tambahan untuk WP dengan istri yang penghasilannya digabung Rp 54 juta, dan tambahan untuk setiap tanggungan Rp 4,5 juta maksimal 3 orang," kata Sri Mulyani. 

Adapun dalam RUU HPP, menurut dia, perubahan dilakukan pada golongan tarif PPh. Batas atas golongan tarif PPh  dengan tarif terendah yakni 5% dinaikkan dari maksimal Rp 50 juta menjadi Rp 60 juta. 

"Jadi jika semula tarif terendah diberikan untuk yang pendapatannya dalam satu tahun misalnya Rp 54 juta (PTKP) ditambah Rp 50 juta, sekarang menjadi Rp 54 juta ditambah Rp 60 juta," ujar Sri Mulyani. 

Di sisi lain, pemerintah menambah golongan tarif pajak untuk masyarakat berpendapatan Rp 5 miliar ke atas yakni sebesar 35%. Semula tarif pajak paling tinggi ditetapkan sebesar 30% untuk masyarakat berpendapatan Rp 500 juta ke atas. 

Berdasarkan draft RUU HPP kesepakatan pemerintah dengan Komisi XI DPR diatur bahwa wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai peraturan, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

"NPWP sebagaimana dimaksud bagi WP orang pribadi yang merupakan penduduk Indonesia menggunakan nomor induk kependudukan (NIK)," bunyi pasal 1a dalam beleid tersebut.

Nantinya data NIK WP yang berada di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan diberikan kepada Kementerian Keuangan untuk selanjutnya diintegrasikan dengan basis data perpajakan. Ketentuan ini akan diatur dalam peraturan turunan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

Kendati demikian, Dirjen Pajak juga dapat menerbitkan NPWP secara jabatan apabila WP orang pribadi tersebut tidak melakukan pendaftaran secara mandiri. Kewajiban perpajakan bagi WP yang NPWPnya diterbitkan secara jabatan dimulai sejak saat WP memenuhi syarat subjekti dan objektif paling lama 5 tahun sebelum diterbitkan NPWP.