Sri Mulyani: Selain Covid-19, Ada 2 Fenomena Besar yang Menyapu Dunia

Antara/Rivan Awal Lingga
Menteri Keuangan Sri Mulyani menekankan bahwa pandemi Covid-19 bukan yang pertama dan terakhir menjadi ancaman kesehatan global.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
19/10/2021, 14.06 WIB

Menteri Keuangan Sri Mulyani menekankan masalah penanganan pandemi belum selesai meski kasus Covid-19 di seluruh daerah anjlok hingga 95%. Vaksinasi Covid-19 masih harus terus digenjot dan pola hidup baru berdampingan dengan Covid-19 harus disiapkan. 

"Penurunan kasus sejak awal meledaknya Covid-19 sekitar Juli awal hingga sekarang mencapai lebih dari 95% di semua daerah. Ini pencapaian yang tidak sepele," kata Sri Mulyani  dalam webinar Festival Transformasi 2021 Kementerian Keuangan, Selasa (19/10).

Ia memperingatkan vaksinasi harus terus digenjot karena jumlah penduduk yang divaksinasi lengkap baru mencapai 40% dari total populasi. Pemerintah menargetkan 70% orang Indonesia mendapatkan vaksinasi. Pemerintah juga tengah bersiap memulai pola hidup baru berdampingan dengan virus atau endemi.

Sri Mulyani juga menekankan pandemi Covid-19 bukan yang pertama dan terakhir menjadi ancaman kesehatan global. Di masa depan, masih ada potensi ancaman pandemi lainnya. Meski begitu, ia mengapresiasi langkah penanganan Covid-19 yang efektif di dalam negeri karena mampu menekan kasus Covid-19 dalam waktu singkat. 

Selain pandemi, menurut dia, masih ada dua fenomena global lainnya yang akan mempengaruhi nasib semua negara, yakni prubahan iklim dan transformasi digital. 

"Pandemi, perubahan iklim, dan transform digital adalah tiga hal yang menyapu dunia, ini yang akan mempengaruhi dan menentukan sebuah negara apakah mereka akan menjadi pecundang atau loser, atau kemudian menjadi pemenang atau winner," kata Sri Mulyani

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu juga mewanti-wanti risiko perubahan iklim akan mirip dengan pandemi Covid-19. Ancaman perubahan iklim tidak akan mengenal batasan negara sehingga setiap orang akan terdampak.

"Ini butuh pemikiran dari sisi strategi keuangan dan akses teknologi, Ini tantangan nyata, meski hari ini kita disibukkan pada pandemi, tetapi perubahan iklim niscaya terjadi apabila kita tidak bersama-sama seluruh dunia mengatasinya," ujar dia. 

Selain itu,  terdapat fenomena transformasi digital. Ia menilai hijrah menuju teknologi digital yang masif dilakukan saat ini masih perubahan awal. Setelah itu, dalam waktu dekat perubahan lebih agresif menurutnya akan terjadi dan berlangsung terus menerus.

"Tantangannya bukan hanya kita perlu beradaptasi atau mengadopsi teknologi digital, namun kita juga perlu menjadi negara yang mampu berkontribusi dalam mengeksplorasi perubahan-perubahan di berbagai segmen kehidupan," kata Sri Mulyani.

 Di sisi lain Sri Mulyani juga melihat kondisi demografi yang saat ini didominasi angkatan muda dapat menjadi modal penting untuk menghadapi tiga tantangan tadi. Generasi muda dinilai lebih gampang beradaptasi dan tidak terkunci pada cara berpikir lama yang bisa menghambat perubahan.

Namun, kondisi tersebut tidak selalu bisa dimanfaatkan dengan baik. Ia menyebut pembangunan kualitas sumber daya manusia (SDM) menjadi kunci untuk memanfaatkan demografi yang berlimpah untuk membawa Indonesia keluar sebagai 'winner'.

"Karena itu reformasi SDM melalui bidang pendidkan, kesehatan dan jaring pengaman sosial menjadi sangat penting," ujarnya.

Sri Mulyani sebelumnya juga pernah menyebut dukungan reformasi SDM melalui tiga sektor tersebut, pendidikan, kesehatan dan jaminan sosial, menjadi kunci Indonesia keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah. Indonesia menargetkan bisa menjadi negara maju pada peringatan 100 tahun HUT RI atau pada 2045 mendatang.

Reporter: Abdul Azis Said