Ada 3 Faktor, IMF Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Asia jadi 6,5%

ANTARA FOTO/Widodo S Jusuf/rwa.
Ilustrasi.
Penulis: Happy Fajrian
20/10/2021, 09.13 WIB

International Monetary Fund (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi kawasan Asia menjadi 6,5% dari sebelumnya 7,6% pada April 2021. Lembaga ini menyebut gelombang baru Covid-19, gangguan rantai pasok, dan inflasi tinggi sebagai risiko yang menekan pertumbuhan kawasan ini.

Meski demikian, IMF menaikkan proyeksi pertumbuhan kawasan Asia untuk tahun 2022 dari sebelumnya sebesar 5,3% menjadi 5,7% seiring perkembangan yang sangat positif pada vaksinasi Covid-19.

“Kawasan Asia Pasifik tetap menjadi kawasan dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia. Namun kesenjangan antara negara maju Asia dan pasar negara berkembang dan ekonomi berkembang semakin dalam,” tulis laporan itu, seperti dikutip Reuters pada Rabu (20/10).

Adapun risiko yang berpotensi menekan pertumbuhan ekonomi kawasan ini terutama pada ketidakpastian pandemi, gangguan rantai pasok, dan potensi limpahan dari normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat (AS).

“Setiap normalisasi kebijakan yang tidak tepat waktu atau komunikasi kebijakan yang disalahartikan oleh Federal Reserve AS dapat memicu arus keluar modal yang signifikan dan biaya pinjaman yang lebih tinggi untuk negara-negara berkembang Asia,” kata IMF.

Ekonomi terbesar Asia, Cina, mencatatkan pertumbuhan ekonomi paling lambat setahun terakhir pada kuartal III tahun ini. Namun tahun ini ekonomi Negeri Panda diprediksi masih tumbuh kencang 8%, meski melambat signifikan pada 2022 menjadi 5,6%.

“Pemulihan ekonomi Cina tetap tidak seimbang karena wabah Covid-19 yang berulang, dan pengetatan fiskal yang membebani konsumsi,” tulis IMF. Di samping itu, gejolak dari sektor properti negara ini juga menjadi risiko yang dapat membebani pemulihan ekonomi.

Sementara itu, India diperkirakan akan tumbuh 9,5% tahun ini. Ekonomi maju Asia seperti Australia, Korea Selatan, Selandia Baru, dan Taiwan disebut akan mendapatkan keuntungan dari ledakan barang berteknologi tinggi dan harga komoditas.

Tetapi negara-negara ASEAN-5, yakni Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, masih menghadapi "tantangan berat" dari pandemi Corona dan kelemahan pada sektor jasa. ”Selama beberapa bulan mendatang, gelombang infeksi baru tetap menjadi perhatian terbesar,” kata IMF.

Sementara ekspektasi inflasi secara umum cukup baik di Asia. Namun nainya harga komoditas dan biaya pengiriman yang lebih tinggi, ditambah dengan gangguan yang berkelanjutan pada rantai nilai global, memperkuat kekhawatiran atas inflasi yang terus-menerus.

“Sebagian besar negara berkembang Asia harus mempertahankan dukungan moneter untuk memastikan pemulihan yang langgeng, tetapi bank sentral harus siap untuk bertindak cepat jika pemulihan menguat lebih cepat dari yang diharapkan atau jika ekspektasi inflasi naik,” tulis laporan IMF.