Kementerian Keuangan melaporkan utang pemerintah pada September 2021 bertambah Rp 86,09 triliun dibandingkan bulan sebelumnya menjadi Rp 6.711,52 triliun hingga akhir September 2021. Kenaikan utang terutama terjadi pada Surat Berharga Negara (SBN).
Nilai utang pemerintah juga naik secara tahunan sebesar 16,6% dengan penambahan Rp 954,65 triliun, lebih rendah dari kenaikan tahunan bulan sebelumnya 18,4%. Utang pemerintah setara 41,38% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
"Pemerintah secara konsisten berusaha untuk menurunkan pinjaman luar negeri dan surat utang negara dalam valuta asing, ini sebagi upaya untuk mengurangi eksposure luar negeri terhadap utang pemerintah," demikian tertulis dalam laporan APBN Kita yang dikutip pada Selasa (2/11).
Utang pemerintah terdiri atas dua jenis. Pertama, utang berbentuk SBN sebesar Rp 5.887,67 triliun yang menyumbang 88% dari total utang September. Kedua, utang dalam bentuk pinjaman sebesar Rp 823,85 triliun atau 12% dari total utang akhir September.
Kemenkeu melaporkan, kenaikan posisi utang pemerintah terutama dipengaruhi penambahan utang dalam bentuk SBN domestik Rp 89,08 triliun menjadi Rp 4.606,79 triliun. SBN Domestik ini mencakup surat utang negara (SUN) Rp 3.741,31 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) alias sukuk Rp 865,48 triliun.
SBN valas juga bertambah tetapi lebih kecil sebesar Rp 6,2 triliun menjadi Rp 1.280,88 triliun. Ini terdiri atas SUN valas sebesar Rp 995,17 triliun dan sukuk valas sebesar Rp 285,70 triliun.
Nilai pinjaman pemerintah berkurang Rp 9,19 triliun, terutama pada pinjaman luar negeri. Pinjaman terdiri atas pinjaman dalam negeri sebesar Rp 12.52 triliun, turun sebanyak Rp 120 miliar dari bulan sebelumnya. Penurunan juga pada pinjaman luar negeri sebesar Rp 9,07 triliun menjadi Rp 811,33.
Kemenkeu menyebut upaya meningkatkan penerbitan SBN Domestik memang sengaja dilakukan. Ini menjadi salah satu strategi untuk menjaga pengelolaan utang yang hati-hati, terukur dan fleksibel di masa pandemi.
Selain itu, pemerintah juga berupaya menurunkan eksposure kewajiban dari luar negeri lewat pengurangan pada pinjaman luar negeri. Penurunan pada pinjaman luar negeri terjadi pada semua kreditur, baik pinjaman bilateral, multilateral maupun bak komersil.
"Selain itu, pembiayaan non-utang juga digunakan melalui pemanfaatan akumulasi surplus kas atau Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp 169,9 Triliun," demikian tertulis dalam laporan tersebut.
Kendati demikian, penerbitan SBN dalam mata uang rupiah berpotensi berkurang dalam beberapa waktu ke depan. Alasannya karena prospek perbaikan ekonomi memungkinkan penerimaan negara juga naik, sehingga kebutuhan pembiayaan APBN 2021 bisa ditekan. Di sisi lain, pemerintah juga memanfaatkan adanya kesepakatan pembelian SBN oleh BI dalam SKB III.