Sri Mulyani Ingatkan Ancaman Global Tahun Depan Bukan Hanya Covid-19

Katadata
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan mengatakan, ancaman juga datang dari situasi ekonomi Cina. Negara Tembok Raksasa menghadapi masalah krisis Evergrande, perlambatan ekonomi, hingga lonjakan kasus Covid-19.
Penulis: Agustiyanti
16/11/2021, 15.04 WIB

Perkembangan pandemi Covid-19 menjadi sentimen utama yang memengaruhi situasi ekonomi global dan domestik pada tahun lalu dan tahun ini. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, perkembangan kondisi ekonomi pada tahun depan akan dipengaruhi oleh dinamika global yang lebih beragam. 

“Beda dengan Covid-19, kita akan melihat dinamika global pada tahun depan yang akan memengaruhi aliran modal asing, kurs, dan indeks saham. Mulai dari penetapan siapa yang akan menjadi Gubernur The Fed hingga inflasi tinggi yang dihadapi sejumlah negara,” ujar Sri Mulyani dalam CEO Networking 2021, Selasa (16/11). 

Ia menjelaskan, masa jabatan Jerome Powell akan berakhir tahun depan dan belum tentu diperpanjang. Selain itu, masih terdapat perdebatan terkait plafon utang Amerika Serikat yang hingga saat ini belum rampung. 

“Inflasi yang tinggi juga akan menimbulkan komplikasi kebijakan moneter. AS salah satu yang menghadapi lonjakan inflasi mencapai 6,2% pada bulan lalu,” kata dia. 

Sri Mulyani mengatakan, ancaman juga datang dari situasi ekonomi Cina. Negara Tembok Raksasa ini masih menghadapi krisis utang Evergrande yang masih berpotensi merembet ke perekonomian. Selain itu, Cina juga tengah menghadapi perlambatan ekonomi dan lonjakan kasus Covid-19. 

“Kita harus menjaga ketahanan perekonomian domestik karena kita tidak bisa mengontrol ekonomi global,” kata Sri Mulyani. 

Ia memastikan kebijakan fiskal akan digunakan untuk menjaga ekonomi domestik dari guncangan. “Kami akan mengambil extraordinary policy jika dibutuhkan,” kata dia. 

Ia menjelaskan, perekonomian domestik mulai membaik seiring dengan kasus yang terkendali. Hal ini tercermin dari kinerja APBN, terutama pendapatan negara yang mulai tumbuh. Penerimaan negara hingga Oktober 2021 tumbuh 18,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, setelah terkontraksi 15,3% pada Oktober 2020. 

“Seiring pemulihan ekonomi, reopening, dan aktivitas masyarakat mulai bergerak kembali pada tahun ini, maka APBN juga mulai pulih. Ini terlihat dari sisi pendapatan negara,” kata dia. 

Berdasarkan data yang dipaparkan Sri Mulyani, pendapatan negara pada Oktober 2021 mencapai Rp 1.510 triliun, lebih tinggi dibandingkan Oktober 2020 sebesar Rp 1.277 triliun. Realisasi ini juga sudah mencapai 86,6% dari target APBN 2021 sebesar Rp 1.743,6 triliun.  Realisasi pendapatan negara ini juga lebih tinggi dibandingkan Oktober 2019 yang mencapai Rp 1.508,5 triliun. 

“Pendapatan negara berhasil pulih setelah terkontraksi 15,3% pada Oktober 2020,” kata dia. 

Di sisi lain, pemerintah juga berupaya mengendalikan belanja negara tanpa mengabaikan kebutuhan penanganan Covid-19. Kementerian Keuangan mencatat realisasi belanja negara hingga Oktober 2021 Hanya tumbuh 0,8% secara tahunan menjadi Rp 2.058,9 triliun. Realisasi belanja ini baru mencapai 74,9% dari APBN. 

“Belanja kita untuk kesehatan cukup tinggi bahkan melonjak, belanja perlindungan sosial masih kita alokasikan cukup tinggi agar pemulihan ekonomi berjalan,” kata dia. 

Belanja Kementerian/Lembaga tercatat Rp 833,1 trilliun atau 80,7% pagu, sedangkan belanja non K/L mencapai Rp 583,1 triliun atau 63,2% dari pagu hingga bulan lalu. 

“Belanja kita untuk kesehatan cukup tinggi bahkan melonjak, belanja perlindungan sosial masih kita alokasikan cukup tinggi agar pemulihan ekonomi berjalan,” kata dia. 

Dengan kondisi tersebut, defisit APBN hingga Oktober 2021 Hanya mencapai 3,29% terhadap PDB. Angka ini jauh dibawah defisit APBN Oktober 2020 yang mencapai 4,67% terhadap PDB. 

Meski kondisi perekonomian dan APBN mulai pulih, iaa menekankan Indonesia tidak boleh lengah karena kasus Covid-19 masih berpotensi meningkat terutama mendekati hari libur Natal dan Tahun Baru. 

Sri Mulyani mengingatkan, banyak negara yang saat ini tengah berjuang menghadapi lonjakan kasus Covid-19. Hal ini terutama terjadi di negara dengan empat musim, seperti Inggris, Rusia, Jerman, Prancis, Spanyol, Belgia, dan Amerika Serikat. 

"Jangan sampai kita terlena, terutama mendekati Natal dan Tahun Baru, harus ekstra hati-hati, karena setiap ada kenaikan kasus akan berdampak pada ekonomi dan kesejahteraan masyarakat," ujarnya.