WTO Prediksi Perdagangan Dunia Melambat Tertekan Masalah Rantai Pasok

ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/foc.
WTO menilai, penurunan perdagangan global terutama dipengaruhi gangguan pada rantai pasok, termasuk kemacetan di pelabuhan akibat melonjaknya permintaan impor sepanjang paruh pertama tahun ini.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
16/11/2021, 11.58 WIB

Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mencatat perdagangan barang dunia melambat menuju akhir tahun setelah sempat rebound kuat pada paruh pertama 2021. Kinerja yang lesu dipengaruhi adanya gangguan di sisi produksi dan rantai pasok.

Perlambatan ini terlihat dari Barometer Perdagangan Barang edisi September yang menunjukkan indeks 99,5. Pembacaan barometer WTO terbagi menjadi, indeks di atas 100 menunjukkan kinerja di atas tren, dan di bawah tren untuk indeks kurang dari 100.

Indeks WTO terbaru ini turun dari laporan bulan Agustus sebesar 110,4 poin. Penurunan terutama dipengaruhi gangguan pada rantai pasok, termasuk kemacetan di pelabuhan akibat melonjaknya permintaan impor sepanjang paruh pertama tahun ini. Di sisi lain, produksi justru terganggu khususnya kendaraan dan semikonduktor.

"Semua indeks komponen barometer menurun pada periode pemantauan September. Ini mencerminkan hilangnya momentum secara luas dalam perdagangan barang global," tulis laporan WTO yang dirilis pada Senin (15/11).

Penurunan paling tajam terlihat pada indeks produk otomotif menjadi 85,9, yang turun di bawah tren. Hal ini disebabkan oleh  kekurangan semikonduktor  yang telah menghambat produksi kendaraan di seluruh dunia. Kekurangan semikonduktor ini juga tercermin dari indeks komponen elektronik yang turun menjadi 99,6.

Selain itu, penurunan juga pada indeks untuk pengiriman peti kemas menjadi 100,3 dan indeks bahan baku pertanian 100,. Kedua indeks ini mencerminkan kinerja yang kembali mendekati tren terkini setelahperiode sebelumnya sempat naik.

Hanya indeks angkutan udara yang mencatat penurunan tetapi masih kuat di atas tren sebesar 106,1. WTO melihat, kondisi  ini menunjukkan  bahwa produsen mulai mencari pengganti opsi transportasi laut yang beberapa bulan terakhir terganggu.

Barometer terbaru ini juga sejalan dengan laporan perkiraan WTO terbaru yang memperkirakan volume perdagangan akan melambat pada paruh kedua tahun ini. Ini menunjukkan kejatuhan setelah perdagangan barang tumbuh kuat 22,4% secara tahunan pada kuartal kedua tahun ini.

Sementara itu, volume perdagangan sepanjang tahun ini diperkirakan tumbuh 10,8%, dan akan melambat menjadi 4,7% pada tahun depan.

WTO mencatat, prospek perdagangan dunia  masih akan terus dibayangi oleh risiko penurunan yang cukup besar. Beberapa risiko tersebut mencakup kesenjangan regional, melemahnya perdagangan jasa, dan tingkat vaksinasi di negara miskin yang masih rendah.

"Covid-19 terus menjadi ancaman terbesar bagi prospek perdagangan, karena gelombang infeksi baru dapat dengan mudah merusak pemulihan," tulis laporan WTO tersebut.

Bank Dunia melaporkan awal bulan ini bahwa tingkat vaksinasi global sudah mencapai 7 miliar dosis. Kendati demikian masih terdapat ketimpangan dalam hal kecepatan vaksinasi antara negara kaya dan miskin.

"Peluncuran global vaksin Covid-19 sangat keluar jalur, mengakibatkan perbedaan tajam antara negara kaya dan negara miskin," dalam keterangan resmi Bank Dunia, Senin (1/11).

Sebagai respon, empat organisasi multilateral dunia terdiri atas Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia, WTO dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bekerjasama membentuk Gugus tugas Pemimpin Multilateral (MLT). Kerja sama ini untuk mendesak agar negara kaya segera memenuhi janjinya mendistribusikan vaksin secara adil kepada negara miskin. Targetnya yaitu setiap negara dunia bisa mencapai angka vaksinasi 40% dari total populasinya pada akhir tahun ini, dan 70% pada paruh kedua tahun depan.

Kendati demikian, ketimpangan jelas terlihat. Vaksinasi lengkap di negara maju rata-rata sudah mencapai lebih dari 60% dari populasinya, beberapa bahkan sudah menerima suntikan booster. Sedangkan rata-rata di negara miskin masih kurang dari 2% populasinya yang sudah menerima vaksinasi lengkap.

 

Reporter: Abdul Azis Said