Sri Mulyani Ingatkan Investor Enggan Masuk Negara Korup, Bagaimana RI?

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/rwa.
Peringkat Indonesia jauh di bawah Singapura yang berada di peringkat tiga dunia sebagai negara paling bersih dari korupsi dengan skor 85 poin.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
9/12/2021, 12.07 WIB

Korupsi masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi Indonesia sampai saat ini. Sekalipun indeks persepsi korupsi Indonesia menunjukkan perbaikan dalam beberapa tahun terakhir, pandemi Covid-19 tampaknya mendorong persepsi koruspi Indonesia kembali menurun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani juga telah memperingatkan bahwa pemerintahan yang korup dapat berdampak kompleks terhadap segala urusan bernegara, termasuk perekonomian. Tingginya angka korupsi akan menghambat iklim investasi.

"Siapa pun yang punya modal, akan berpikir 1.000 kali apakah bisa melakukan kegiatan produktif tanpa menjadi korban dari korupsi yang merajalela," kata Sri Mulyani dalam acara Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia 2021 yang digelar Kementerian Keuangan, Rabu (8/12)

Sri Mulyani menyebut, aliran modal yang terhambat karena korupsi dapat mengganggu produktifitas sebuah negara. Hal ini akan berdampak pada kinerja perekonomian yang ujung-ujungnya mempertaruhkan kesejahteraan masyarakat.

Oleh karena itu, ia tidak heran masyarakat di negara yang pemerintahnya korup hidup dalam kesmikinan, kelaparan, bahkan kesulitan untuk mengakses air bersih.

Tak hanya mengganggu perekonomian, Sri Mulyani menekankan bahwa korupsi dapat menyulut gejolak sosial dan politik. Hal ini karena tindakan korupsi dapat menggerus kepercayaan publik terhadap pemerintahan.

Dengan berbagai peringatan Sri Mulyani tersebut, bagaimana sebenarnya kinerja pemerintah Indonesia memberantas korupsi?

Berdasarkan data Indeks Persepsi Korupsi (CPI) yang dirilis Transparancy Internasional, posisi Indonesia terus membaik dalam beberapa tahun terakhir. Indeks CPI Indonesia sempat menyentuh 40 poin pada tahun 2019, tertinggi dalam 25 tahun terakhir.

Survei indeks persepsi korupsi yang dikeluarkan Transparancy Intermational ini memberlakukan skor dari 0-100 poin. Skor 0 artinya negara tersebut sangat korup, sebaliknya skor 100 menandakan negara tersebut bersih dari korupsi. Capaian pada tahun 2019 lalu menempatkan Indonesia di peringkat 85 dunia dalam indeks korupsi.

Namun indeks ini kembali turun 3 poin menjadi 37 saat pandemi melanda tahun lalu. Dengan demikian, Indonesia terlempar keluar jajaran 100 negara paling bersih dari korupsi dan menduduki peringkat 102 pada tahun 2020, setara dengan Gambia. Capain ini bahkan lebih rendah dari tahun 2018 sebesar 38 poin.

Di jajaran negara ASEAN, peringkat Indonesia jauh di bawah Singapura yang berada di peringkat tiga dunia sebagai negara paling bersih dari korupsi dengan skor 85 poin. Indonesia juga berada di bawah Brunei Darussalam di peringkat 35 dunia dengan 60 poin, Malaysia di peringkat 57 dengan 51 poin, bahkan di bawah Timor-Leste di peringkat 86 dunia dengan skor 40 poin.

Sementara negara ASEAN lainnya seperti Thailand dan Vietnam berada di peringkat 104, Filipina 115, Laos 134, Myanmar 137 dan Kamboja 160.

Sementara dibandingkan dengan negara anggota G20 lainnya, Indonesia berada di peringkat tiga terbawah, di bawah India, Turki dan Brazil. Kendati demikian posisi Indonesia masih lebih baik dibandingkan Meksiko dan Rusia.

"Di Asia, ekonomi utama seperti India, Indonesia dan Bangladesh mengalami kemajuan yang lambat dalam upaya pengentasan korupsi, beberapa komitem pemerintah untuk melakukan reformasi belum terwujud secara efektif," tulis laporan Transparancy Internastional bertajuk 'Corruption Perception Index 2020' seperti dikutip Kamis, (9/12).

Laporan tersebut memberikan catatan bahwa korupsi semakin merajalela selama pandemi. Korupsi terjadi di berbagai tindakana penanganan Covid-19, mulai dari suap untuk tes Covid-19, pengobatan dan pelayanan kesehatan hingga pengadaan persediaan medis untuk publik dan berbagai langkah darurat lainnya.

Korupsi telah mengalihkan anggaran yang seharusnya digunakan untuk investasi pada perawatan dan kesehatan, justru banyak masyarakat yang kekurangan dokter, obat-obatan dan dalam beberapa kasus terbatasnya layanan rumah sakit. Laporan ini juga memperingatkan, transparansi anggaran penanganan Covid-19 bisa jadi sulit ditegakkan ketika penanganan Covid-19 harus mengedepankan aspek kecepatan dan efisiensi.

"Penelitian kami menunjukkan bahwa korupsi berlanjut merusak demokrasi, bahkan saat sedang pandemi. Beberapa negara dengan tingkat korupsi yang tinggi cenderung semakin buruk dalam demokrasi dan melanggara aturan ketika menangani krisis Covid-19," tulis laporan tersebut.

Adapun laporan ini menghitung indeks demokrasi di 180 negara di dunia. Negara-negara berkembang di Asia, Amerika Latin dan Afrika cenderung memiliki indeks korupsi yang rendah, berarti tingkat korupsinya sangat tinggi.

Reporter: Abdul Azis Said