Bank Indonesia (BI) memperkirakan suku bunga acuan bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) berpotensi naik hingga empat kali pada tahun ini. Meski demikian, BI memastikan sejumlah ketahanan ekonomi domestik bisa meredam dampak dari pengetatan moneter tersebut.
"Kami membaca suku bunga The Fed secara fundamental naik tiga kali, tetapi pasar memperkirakan empat kali, dan tadi menggunakan baseline skenario kami, naik empat kali," kata Gubernur BI PErry Warjiyo dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (20/1).
Perry memperkirakan kenaikan pertama suku bunga The Fed dimulai pada Maret. Kendati demikian, pihaknya sampai saat ini juga masih mencermati berapa besaran kenaikan yang akan dinaikkan The Fed, antara 25 basis poin (bps) atau 50 bps.
Sentimen negatif dari rencana kenaikan bunga acuan The Fed mulai terlihat dari kenaikan tingkat imbal hasil alias yield US Treasury sejak akhir tahun lalu. Yield US Treasury bahkan sudah naik ke level 1,8% dalam beberapa hari terakhir. Perry memperkirakan imba hasil US Treasury bisa melampaui 2%.
"Dengan yield US Treasury yang sudah kita lihat naik dan akan meningkat, tentu implikasinya ke sektor eksternal kita, yaitu bagaimana perbedaan yield US Treasury dibandingkan dengan yield Surat Berharga Negara (SBN)," kata dia.
Perry mengatakan, perbedaan tingkat imbal hasil US Treasury dan SBN ini menjadi indikator untuk melihat perbedaan tingkat suku bunga di dalam dan luar negeri. Perbedaan ini jua akan berpengaruh terhadap aliran modal asing khususnya ke pasar SBN domestik.
"Pengaruh kenaikan yield US Treasury tentu saja akan memberi tekanan pelemahan pada nilai tukar rupiah. Namun, kita juga lihat indeks dolar AS terhadap berbagai mata uang juga mengalami pelemahan," kata Perry.
Dengan risiko tersebut, Perry optimistis sentimen positif domestik bisa meredam dampak pengetatan moneter. Defisit transaksi berjalan (CAD) Indonesia diperkirakan tetap rendah pada tahun ini di rentang 1,1%-1,9% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Selain itu, surplus neraca transaksi modal dan finansial diperkirakan lebih besar dibandingkan tahun lalu, terutama dari arus modal asing khususnya dalam bentuk penanaman modal asing (PMA).
Selain itu, menurut dia, suplai valuta asing (valas) juga masih besar dan cadangan devisa masih tinggi. Posisi cadangan devisa Indonesia akhir Desember 2021 sebesar 144,9 miliar dolar AS, setara pembiayaan 8 bulan impor atau 7,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah.
"Kondisi Indonesia sekarang jauh lebih baik, secara fundamental CAD jauh lebih rendah, surplus neraca modal tinggi dan supply dolar besar, serta cadangan devisa kita yang tinggi," ujar Perry.
The Fed telah memberi sinyal kenaikan bunga acuan akan dilakukan lebih cepat yakni pada tahun ini. Pasar mengantisipasi kenaikan pertama dimulai pada Maret setelah tapering off diakhiri. Adapun kenaikan kemungkinan dilakukan tiga hingga empat kali.