Buru Obligor, Bos Satgas BLBI Minta Dukungan Anggaran ke Sri Mulyani

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/hp.
Menko Polhukam Mahfud MD (kiri) didampingi Ketua Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Rionald Silaban. Satgas BLBI meminta anggaran kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk menjalankan kegiatan operasional.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
28/1/2022, 16.34 WIB

Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) mengajukan permintaan anggaran khusus tahun ini kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani. Kebutuhan anggaran ini untuk memenuhi biaya operasional tim selama proses pengejaran para pengemplang.

"Saya tidak minta naik gaji. Saya ingin memastikan bahwa operasional kami bersama instansi-instansi pemerintah yang lain itu itu didukung oleh anggaran yang cukup," kata Ketua Satgas BLBI yang juga Direktur Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan Rionald Silaban dalam diskusi dengan media, Jumat (28/1).

Satgas BLBI ini dibentuk pada April tahun lalu. Rio mengatakan, anggaran untuk timnya pada tahun lalu masih kecil karena alokasi dalam APBN 2021 sudah disusun. Selain itu, menurut dia, masih belum ada bayangan yang jelas akan seberapa besar kegiatan dan berapa banyak kebutuhan dananya saat penyusunan anggaran.

Namun setelah bertugas lebih dari tujuh bulan, menurut Rio,  Satgas BLBI melakukan banyak penyitaan yang membutuhkan biaya operasional. Ia menyebut untuk satu obligor saja, yakni Grup Texmaco, Satgas BLBI telah memblokir 746 bidang tanah seluas 672 hektare di berbagai daerah. Ini belum termasuk aset-aset sitaan obligor lainnya yang tersebar di lokasi berbeda-beda.

"Sehingga untuk 2022, kita sudah bicara lagi dengan ibu Menkeu berdasarkan pengalaman yang ada, anggaran khususnya untuk operasional, karena kalau untuk sita itukan kita harus siapkan aparat dan segala macamnya," kata Rio.

Selain untuk operasional, anggaran juga disiapkan untuk menghadapi gugatan hukum yang dilayangkan oleh debitur atau obligor. Sejauh ini, dua pengemplang sudah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat terkait penagihan utang BLBI ini, keduanya yakni Grup Texmaco dan Harjono bersaudara (Hendrawan dan Setiawan Harjono).

Rencana permohonan anggaran khusus ini juga sudah disampaikan Rio dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI pada Rabu (26/1). Dia mengatakan, Satgas BLBI selama ini punya anggaran kecil dan hanya berupa honor tim. Anggaran inipun diselipkan ke dalam anggaran Direktorat Pengelolaan Kekayaan Negara dan Sistem Informasi (PKNSI) di bawah DJKN.

"Untuk 2022 kita akan melakukan permohonan kepada Ibu Menkeu karena rodanya sudah mulai berputar dan sebagaimana kita ketahui itu harus berakhir 2023 jadi kami juga sedang menyiapkan nanti end-gamenya seperti apa," kata Rio.

Pembentukan Satgas tersebut diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2021 yang dikeluarkan tanggal 6 April lalu. Satgas kemudian mulai memanggil para pengemplang melalui pengumuman terbuka di koran pada pertengahan Agustus tahun lalu dan melakukan penyitaan aset pertama di akhir bulan yang sama.

Belum genap setahun berjalan, Satgas BLBI melaporkan sudah berhasil mengumpulkan aset hasil sitaan senilai Rp 15,11 triliun dari para obligor/debitur BLBI. Namun ini masih jauh dari total tagihan dana BLBI sebesar Rp 110,45 triliun. 

Salah satu pengemplang kakap yang berhasil ditangkap yakni Grup Texmaco. Nilai aset yang sudah dikumpulkan dari perusahaan tekstil itu mencapai Rp 5,29 triliun berupa  746 bidang tanah Grup Texmaco yang luasnya mencapai 672,8 hektare. 

Reporter: Abdul Azis Said