Baru 30 Hari, Pengungkapan Harta Sukarela Tembus Rp 8,4 Triliun

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/wsj.
Pegawai melayani wajib pajak di KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga, Jakarta, Selasa (4/1/2022). Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan pajak sepanjang tahun 2021 mencapai Rp1.277,5 triliun atau setara 103,9 %
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Maesaroh
31/1/2022, 10.28 WIB

Program Pengungkapan Sukarela (PPS) pajak atau yang lebih dikenal sebagai Tax Amnesty Jilid II sudah berjalan selama 30 hari sejak diluncurkan awal tahun ini. Selama periode tersebut, total harta yang sudah diungkapkan mencapai Rp 8,47 triliun.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat, total wajib pajak yang ikut dalam program ini sudah sebanyak 9.272 wajib pajak, dengan total 10.179 surat keterangan.

Dari total Rp 8,47 triliun harta yang diungkapkan, mayoritas merupakan deklarasi dalam negeri dan repatriasi sebesar Rp 7,21 triliun atau 85% dari total harta yang dilaporkan.

Harta yang dideklarasi di luar negeri sebanyak Rp 717 miliar atau 8,5% dan harta yang setelah dideklarasi kemudian diinvestasikan sebanyak Rp 553 miliar  atau 6,5%.

"Jumlah Pajak Penghasilan (PPh) yang diterima per 30 Januari sebesar Rp 903 miliar," dikutip dari lama resmi pajak.go.id/pps, Senin (31/1).

 Pelaksanaan program PPS ini sebag amanat dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Pengungkapan sukarela dibuka mulai 1 Januari hingga akhir Juni 2022 atau hanya berlangsung selama enam bulan.

Pelaporan PPS dilakukan secara online melalui akun wajib pajak di situs https://djponline.pajak.go.id/account/login . Pelaporan dibuka 24 jam sehari dan setiap hari dengan standar Waktu Indonesia Barat (WIB).

Program pengungkapan harta ini terbagi dalam dua skema. Skema pertama berlaku pada wajib pajak orang pribadi atau badan yang pernah mengikuti tax amnesty jilid pertama tetapi masih ada harta yang belum atau kurang dilaporkan.

Adapun harta tersebut, yakni yang diperoleh dari 1 Januari 1985-31 Desember 2015.  Dalam skema pertama ini, berlaku tarif 6-11%. 

Sedangkan skema kedua, hanya untuk wajib pajak orang pribadi yang hartanya diperoleh mulai 1 Januari 2016-31 Desember 2020. Dalam skema kedua ini, berlaku tarif 12-18%.

 Baik dalam skema pertama maupun kedua, wajib pajak bisa mendapatkan tarif pajak terendah dengan sejumlah ketentuan.

Tarif tertentinggi berlaku bagi harta yang hanya dideklarasikan ke luar negeri.  

Tarif terendah yaitu 6% pada skema pertama atau 12% pada skema kedua, berlaku bagi harta deklarasi dalam negeri atau repatriasi luar negeri yang kemudian diinvestasikan ke Surat Berharga Negara (SBN) ataupun kegiatan usaha hilirisasi sumber daya alam (SDA) atau sektor energi terbarukan di dalam negeri.

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara sebelumnya memperingatkan agar wajib pajak yang masih memiliki harta belum diungkapkan segera mengikuti program PPS sebelum program berakhir di Juni mendatang. Hal ini untuk menghindari pengenaan pajak lebih besar.

 "Kalau ada harta yang belum dilaporkan dan ditemukan petugas pajak, maka sanksi-sanksi yang bahkan dari UU Tax Amensty terkena," kata Suahasil dalam Sosialisasi UU HPP Jawa Timur II dan Nusa Tenggara, Jumat (21/1).

Bagi wajib pajak kategori skema pertama akan berlaku tarif PPh Final dari harta bersih tambahan sebesar 25% bagi WP badan, 30% bagi WP orang pribadi dan 12,5% bagi WP tertentu. Selain itu, dikenakan sanksi 200% untuk aset yang kurang diungkapkan.

Untuk skema kedua, dikenakan tarif PPh Final dari harta bersih tambahan sebesar 30%. Selain itu, sanksi berupa bunga per bulan ditambah uplift factor 15%.

Reporter: Abdul Azis Said