Bank Indonesia (BI) kembali mempertahankan suku bunga acuan pada level terendah 3,5% meski Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve mulai menaikkan suku bunga. Bank Sentral memastikan kebijakan ini mampu menjaga kurs rupiah dan inflasi di tengah potensi gejolak pasar keuangan.
"Rapat Dewan Gubernur BI pada 16-17 Maret 2022 memutuskan untuk mempertahankan BI 7 days reverse repo rate sebesar 3,5%," Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Konferensi Pers hasil Rapat Dewan Gubernur bulan Maret 2020, Kamis (17/3).
Suku bunga fasilitas simpanan alias deposito facility tetap 2,75%. Demikian pula dengan bunga pinjaman atau lending facility tetap 4,25%. Perry mengatakan, keputusan ini sejalan dengan upaya menjaga nilai tukar rupiah dan menjaga pemulihan ekonomi di tengah inflasi yang terjaga. Kebijakan ini diambil meski The Fed telah menaikkan suku bunga acuannya untuk pertama kali dalam tiga tahun terakhir tadi malam sebesar 25 bps.
Inflasi pada Februari 2022 tercatat 0,01% secara bulanan atau 1,38% secara tahunan, lebih rendah dibandingkan inflasi bulan sebelumnya. BI optimistis, inflasi pada tahun ini masih akan berada dalam rentang target 2% hingga 4%. Namun demikian, Perry menegaskan pihaknya akan terus menjaga stabilitas harga melalui koordinasi dengan pemerintah.
Di sisi lain, Perry menjelaskan, nilai tukar rupiah tetapi terjaga di tengah volatilitas di pasar keuangan terutama akibat tekanan eksternal. Kurs rupiah menguat 0,36% secara point to point dan 0,1% secara rata-rata dibandingkan level Februari 2022. Namun, rupiah hingga kemarin telah melemah 0,42% dibandingkan posisi akhir tahun lalu.
"Pelemahan ini lebih rendah dibandingkan mata uang negara berkembang lainnya. Malaysia melemah 0,76%, India 2,53%, dan Filipina 2,56%. Ke depan rupiah tetap akan terjaga didukung kondisi fundamental ekonomi domestik yang kuat," kata dia.
Bank sentral Amerika Serikat, The Fed sebelumnya mengumumkan kenaikan bunga acuan pertamanya sejak 2018. Langkah ini diambil untuk meredam kenaikan inflasi yang kini telah menyentuh rekor tertingginya dalam 40 tahun. The Fed mengumumkan kenaikan bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bps). Dengan kenaikan ini, maka bunga acuan The Fed saat ini berada di rentang 0,25%-0,5%.
Perry menjelaskan, perbaikan ekonomi dunia akan berlanjut tetapi berpotensi lebih rendah dibandingkan perkiraan sebelumnya. Hal ini seiring dengan ketidakpastian global akibat eskalasi tensi geopolitik akibat perang antara Rusia dan Ukraina.
"Ini mempengaruhi transaksi perdagangan, harga komoditas, dan pasar keuangan global di tengah pandemi yang mulai mereda," kata dia.
Ia menyebut, pertumbuhan ekonomi di Eropa, Cina, dan India berpotensi lebih rendah. Demikian pula dengan volume perdagangan internasional yang berpotensi lebih rendah akibat tertahannya perbaikan ekonomi global dan disrupsi suplai.
"Perkembangan tersebut menyebabkan terbatasnya aliran modal dan tekanan terhadap nilai tukar di sejumlah negara berkembang, termasuk India.
Di sisi lain, Perry memastikan ekonomi domestik masih tumbuh kuat ditopang investasi nonbangunan dan tetap positifnya konsumsi pemerintah. Kinerja ekspor pada tahun ini tetap baik meski tidak akan setinggi tahun sebelumnya akibat meningkatnya tensi geopolitik.
"Pertumbuhan ekonomi indonesia pada tahun 2022 diperkirakan tetap di kisaran 4,7%-5,5%," kata dia.
The Fed mengumumkan kenaikan bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bps). Dengan kenaikan ini, maka bunga acuan The Fed saat ini berada di rentang 0,25%-0,5%. "Perekonomian sangat kuat dan dengan latar belakang pasar tenaga kerja yang sangat ketat dan inflasi yang tinggi, komite mengantisipasi akan dimungkinkan bahwa kenaikan lebih lanjut dalam kisaran target untuk suku bunga The Fed," kata Gubernur Jerome Powell dalam keterangan persnya Kamis (17/3).
The Fed memperkirakan kenaikan sebanyak enam kali sampai akhir tahun ini. Dengan proyeksi tersebut, bunga acuan akan parkir di 1,9% di penutupan tahun. Sementara untuk tahun depan, mereka memperkirakan akan mengerek bunga tiga kali menjadi 2,8%.