Ancaman Kenaikan Harga Barang Berpotensi Menekan Daya Beli Masyarakat

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/wsj.
Ilustrasi. Ekonom mengingatkan kenaikan inflasi berpotensi menggerus daya beli masyarakat.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
17/5/2022, 18.35 WIB

Inflasi domestik berpotensi meningkat dan menekan daya beli masyarakat pada paruh kedua tahun ini. Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB Universitas Indonesia Teuku Riefky melihat potensi tekanan inflasi  bukan hanya dipicu oleh kenaikan permintaan akibat membaiknya aktivitas masyarakat, tetapi juga suplai yang terganggu. 

"Dengan adanya berbagai risiko baik domestik maupun global, muncul tekanan inflasi dari sisi cost atau biaya. Jadi dari sisi supply, tampaknya akan ada tekanan inflasi sehingga jika terjadi nanti akan menekan daya beli masyarakat," ujarnya dalam diskusi daring, Selasa (17/5).

Tekanan inflasi dari sisi biaya atau yang sering disebut cost push inflation ini, menurutnya, belum termaterialisasi kepada konsumen sampai dengan kuartal kedua ini. Oleh karena itu, ia masih optimistis momentum pemulihan dari sisi permintaan masih akan berlangsung.

"Yang perlu menjadi perhatian adalah bagaimana ini tetap terjaga di sisa tahun 2022 atau bahkan di 2023 nanti," ujarnya.

Ia menjelaskan, kenaikan inflasi berpotensi menggerus daya beli masyarakat. Oleh karena itu, ia menilai, salah satu upaya yang perlu dilakukan pemerintah adalah membangun komunikasi publik yang jelas soal langkah yang akan diambil untuk mengatasi inflasi ke depan.

Ia meminta Kemenkeu bersama bank sentral untuk terus menjaga ekspektasi inflasi. Hal ini menurutnya penting bagi dunia usaha untuk mengatur seberapa besar mereka menaikkan ongkos tenaga kerja dan menaikkan harga-harga. Bagi masyarakat, ekspektasi inflasi ini penting untuk menentukan seberapa besar alokasi dana simpanan yang dibutuhkan untuk menghadapi inflasi ke depan. 

"Dari sisi fiskal, pemerintah perlu mendorong agar subsidi, termasuk subsidi untuk energi dan pangan, serta bantuan sosial dapat tepat sasaran bagi masyarakat rentan dan miskin," kata dia.

Wakil Kepala Badan Moneter Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Aviliani melihat dari sisi supply sudah siap menyambut kenaikan dari sisi permintaan. Ia menyebut para pengusaha sudah mulai mempersiapkan diri dari sisi produksi dengan prospek pertumbuhan ekonomi yang akan membaik.

"Sehingga ini paling tidak bisa membuat inflasi tidak begitu besar, karena permintaan yang tumbuh diikuti pengusaha dari sisi supply-nya," kata Avi dalam diskusi yang sama dengan Riefky. 

Komentar Avi tersebut tidak jauh berbeda dengan perkiraan bank sentral. Dalam beberapa kesempatan, Bank Indonesia melihat salah satu alasan masih akan terkendalinya inflasi di target 2%-4% dikarenakan masih memadainya sisi penawaran dalam merespon kenaikan dari sisi permintaan. Namun, BI memang masih terus mewaspadai sejumlah risiko inflasi terutama dampak dari kenaikan harga energi dan pangan global.



Reporter: Abdul Azis Said