Penerimaan Pajak Melesat 51%, APBN Cetak Surplus Jumbo Rp 103 T

ANTARA FOTO/Reno Esnir/rwa.
Ilustrasi. Sebuah reklame terpasang di antara gedung bertingkat di Jakarta, Rabu (23/2/2022).
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
23/5/2022, 18.33 WIB

Kementerian Keuangan melaporkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sampai dengan April 2022 kembali mencetak surplus jumbo mencapai Rp 103,1 triliun. Kinerja ini ditopang pertumbuhan penerimaan pajak hingga 51,5%.

"Postur APBN hingga April dalam kondisi surplus sangat besar, baik keseimbangan primer maupun total balance-nya, surplus APBN mencapai 0,58% dair Produk Domestik Bruto," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KITA, Senin (23/5).

Surplus APBN hingga April ini merupakan pembalikan dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencatatkan defisit Rp 138,2 triliun. Surplus April juga lebih besar dibandingkan bulan sebelumnya yang hanya Rp 10,3 triliun.

Dari sisi keseimbangan primer, APBN juga mencatatkan kondisi yang semakin baik dengan surplus mencapai Rp 220,9 triliun. Ini juga merupakan pembalikan kondisi dibandingkan tahun lalu yang masih defisit Rp 36,5 triliun.

"Tentu kami akan memakai seluruh surplus ini untuk menjadi shock absorber dari guncangan yang terjadi sekarang, dari pandmei sekarang bergeser ke guncangan dari sisi komoditas," kata Sri Mulyani.

Meski demikian, Sri Mulyani menyebut kondisi surplus selama empat bulan beruntun tahun ini akan berubah beberapa bulan ke depan. Hal ini tidak lepas karena adanya rencana pembayaran subsidi dan kompensasi energi yang membengkak.

Surplus anggaran yang besar dalam empat bulan pertama tahun ini terutama ditopang oleh realisasi pendapatan negara yang tumbuh kuat. Realisasi hingga April 2022 mencapai Rp 853,6 triliun atau tumbuh 45,9% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. "Semua komponen pendapatan negara mengalami kenaikan pertumbuhan," kata Sri Mulyani.

Penerimaan pajak tumbuh paling tinggi mencapai 51,5% dibandingkan tahun lalu menjadi Rp 567,7 triliun. Penerimaan dari kepabeanan dan cukai juga tumbuh tinggi sebesar 37,7% dibandingkan tahun lalu menjadi Rp 108,4 triliun. Sedangkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tumbuh 35% mencapai Rp 177,4 triliun.

Belanja negara yang masih lambat juga berkontribusi pada surplus anggaran yang besar. Realisasi belanja negara mencapai Rp 750,5 triliun atau hanya naik 3,8% dibandingkan tahun lalu. Mayoritas dari belanja tersebut dilakukan pemerintah pusat sebesar Rp 508 triliun. Adapun belanja berupa transfer ke daerah dan dana desa (TKDD)  mencapai Rp 242,2 triliun.

"Namun yang menarik semua belanja berbalik tumbuh positif mulai April setelah pada Maret pertumbuhannya masih negatif semua, jadi sudah ada mulai akselerasi dari pemulihan dari sisi belanja kita," kata Sri Mulyani.

Dengan surplus yang makin besar maka konsekuensinya pembiayaan anggaran yang bisa semakin ditekan. Realisasi hingga empat bulan pertama ini mencapai RP 142,7 triliun turun 64,1% dibandingkan tahun lalu.

Meski belanja masih lambat, pemerintah saat ini tengah mengajukan tambahan belanja negara sebesar Rp 392,3 triliun pada tahun ini kepada  komisi XI DPR. Total belanja negara akan naik menjadi Rp 3.106,4 triliun. 

Permintaan tambahan belanja negara seiring dengan membengkaknya belanja subsidi dan kompensasi energi pada tahun ini mencapai Rp 350 triliun. Hal ini seiring dengan kenaikan asumsi harga minyak Indonesia atau ICP  dari US$ 63 per barel menjadi US$ 99,4-US$ 102,5 per barel.

Meski belanja negara membengkak, pemerintah memperkirakan defisit APBN akan menurun karena tambahan penerimaan negara yang diperoleh sejalan dengan lonjakan harga komoditas lebih tinggi yakni mencapai Rp 420 triliun. Defisit APBN tahun ini turun dari  Rp 868 triliun atau 4,85% PDB menjadi Rp 840 triliun atau 4,5% PDB.



Reporter: Abdul Azis Said