Penerimaan pajak dalam empat bulan pertama tahun ini mencapai Rp 567,7 triliun, tumbuh 51,5% dibandingkan tahun lalu. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut pertumbuhan yang tinggi pada penerimaan pajak didorong oleh tiga faktor utama, yakni kenaikan harga komoditas, pemulihan ekonomi, dan basis penerimaan yang negatif pada tahun lalu.
Sri Mulyani mengatakan, pajak yang terkait dengan pergerakan komoditas, seperti sawit, batu bara, dan nikel pada Januari-April 2021 hanya menyumbang 12% terhadap penerimaan. Penerimaan pajak dari sektor-sektor tersebut berhasil tumbuh hingga 168,6% dalam empat bulan tahun ini sehingga kontribusinya meningkat menjadi 21% dari total penerimaan pada Januari-April 2022.
"Karena harga komoditas naik tinggi, kontribusi pajak dari sektor yang terpengaruh komoditas langsung menjadi tinggi," kata Sri Mulyani dalam paparannya di acara konferensi pers APBN KiTA, Senin (23/5)
Di sisi lain, penerimaan pajak dari seektor yang tidak langsung terpengaruh harga komoditas menyumbang 79% terhadap penerimaan pajak dalam empat bulan pertama tahun ini. Penerimaan dari sektor-sektor ini tumbuh 38,3% dibandingkan tahun lalu. Adapun kontribusinya terhadap total penerimaan pajak turun dari tahun lalu yang mencapai 88%.
Meski kontribusi penerimaan pajak dari sektor nonkomoditas turun, Sri Mulyani menekankankan, kinerja penerimaan pajak dari sektor-sektor tersebut masih bisa tumbuh hingga dua digit. Pertumbuhan pada penerimaan sektor non-komoditas tersebut menggambarkan pemulihan ekonomi yang makin kuat.
Selain terdongkrak pemulihan ekonomi, menurut Sri Mulyani, penerimaan pajak yang moncer di awal tahun ini juga karena basis penerimaan pajak tahun lalu tidak begitu tinggi atau karena adanya low based effect. Penerimaan pajak pada Januari-April 2021 terkontraksi 0,5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
"Jadi basis kita itu rendah, makanya penerimaan kita juga tinggi. Jadi ada faktor komoditas, pemulihan, dan faktor basis," kata Sri Mulyani.
Namun, ia melihat pertumbuhan penerimaan pajak di sisa tahun ini yaitu Mei hingga Desember diperkirakan akan mulai mengalami normalisasi. Hal ini karena basis penerimaan pajak tahun lalu di periode yang sama juga semakin membaik. Penerimaan pajak pada Mei-Agustus 2021 sudah tumbuh 22,5% serta September-Desember 2021 meningkat 36,7%.
"Kita berharap pemulihan ekonomi terjaga sehingga pertumbuhan penerimaan pajak Mei-Desember 2022 bisa terus terjaga, namun tidak setinggi seperti yang kita lihat pada empat bulan pertama," ujarnya.
Penerimaan pajak bukan satu-satunya sumber pendapatan negara yang tumbuh signifikan di awal tahun ini. Hingga April 2022, penerimaan kepabeanan dan cukai tumbuh 37,7% menjadi Rp 108,4 triliun. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga tumbuh sebesar 35% menjadi Rp 177,4 triliun.
Adapun total pendapatan negara hingga April 2022 mencapai Rp 853,6 triliun, naik 45,9% dibandingkan tahun lalu. Pendapatan negara tumbuh jauh lebih tinggi dibandingkan belanja negara yang hanya naik 3,8%. Ini mendorong APBN hingga April mencetak surplus jumbo sebesar Rp 103,1 triliun.