DJP Kembali Tebar Surat Ajakan Ikut Tax Amnesty Jilid 2 ke 18 Juta WP

Katadata/maesaroh
Spanduk ajakan untuk mengikuti Program Pengungkapan Sukarela di depan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Menteng Dua, Jakarta Pusat.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
6/6/2022, 12.50 WIB

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berencana menebar surat elektronik (surel) berisi ajakan untuk ikut Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau dikenal dengan tax amnesty jilid 2 kepada 18 juta wajib pajak. Adapun surat ajakan ini dikeluarkan jelang berakhirnya program PPS pada 30 Juni mendatang.

"Ini sedang dalam proses sejak akhir Mei, kan enggak bisa sekaligus. Totalnya akan dibagikan kepada 18 juta wajib pajak," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor kepada wartawan di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin (6/6).

Sejak program ini diluncurkan pada awal tahun, DJP sudah dua kali mengeluarkan surat peringatan kepada wajib pajak untuk ikut PPS. Pada Januari 2022, DJP mengirimkan email blast kepada 13,3 juta wajib pajak. 

Petugas pajak kemudian kembali mengeluarkan surat peringatan pada periode Maret dan April kepada 1,6 juta wajib pajak. Beda dengan email blast pertama, surat kedua ini bukan hanya berisi ajakan untuk ikut PPS, tetapi juga dilengkapi data-data harta wajib pajak.

Sementara email blast ketiga, akan mirip dengan surat yang pertama yakni hanya berisi ajakan dan informasi soal batas akhir PPS. "Jadi kalau yang sudah ikut atau tidak perlu ikut, nanti di bagian bawah akan dituliskan untuk diabaikan," kata Neil.

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengatakan, petugas pajak saat ini sudah memiliki akses yang lebih mudah terhadap informasi harta para wajib pajak. DJP kini didukung oleh UU Nomor 9 tahun 2017 tentang akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan yang memungkinkan lembaga ini mendapatkan akses informasi dari berbagai pihak, termasuk perbankan.

Ia mengaku, pihaknya setiap akhir tahun selalu memperoleh data terkait informasi harta wajib pajak yang tersimpan di rekening perbankan. "Belum lagi data dan informasi terkait harta wajib pajak yang kami dapat dari Kementerian dan Lembaga (K/L) serta pihak lainnya," kata Suryo dalam acara Tax Gathering di Hotel Bidakara, Jakarta.

Akses informasi harta ini termasuk berupa harta wajib pajak yang disimpan di luar negeri. Petugas pajak memiliki kerja sama pertukaran informasi wajib pajak dengan yurisdiksi atau negara lainnya. Kemudahan terhadap akses informasi ini yang menurut Suryo menjadi pembeda PPS dengan Tax Amnesty Jilid I. Ia mangaku, saat Tax Amnesty Jilid I, petugas pajak belum memiliki akses informasi yang memadai seperti sekarang.

Adapun program PPS berlangsung selama enam bulan sampai dengan 30 Juni. Program PPS terdiri atas dua kebijakan. Kebijakan pertama, berlaku untuk wajib pajak orang pribadi atau badan yang pernah mengikuti tax amnesty jilid pertama tetapi masih ada harta yang belum atau kurang dilaporkan. Adapun harta tersebut, yakni yang diperoleh dari 1 Januari 1985-31 Desember 2015.

Bagi wajib pajak yang memiliki harta pada periode tersebut tetapi tidak ikut tax amnesty jilid I juga diperbolehkan ikut PPS pada skema pertama ini. Dalam skema pertama ini, berlaku tarif 6-11%.  

Sementara kebijakan kedua, hanya berlaku untuk wajib pajak orang pribadi yang hartanya diperoleh mulai 1 Januari 2016-31 Desember 2020. Dalam skema kedua ini, berlaku tarif 12-18%

Reporter: Abdul Azis Said