Bank Dunia kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini menjadi 2,9% dari perkiraan awal 4,1%. Ini merupakan revisi kedua setelah pada April diturunkan menjadi 3,2%.
Ekonomi dunia juga menghadapi risiko stagflasi akibat lonjakan inflasi di tengah prospek pertumbuhan yang melambat. Pertumbuhan ekonomi di negara berkembang dan emerging market diturunkan menjadi 3,4%.
"Setelah lebih dari dua tahun pandemi, dampak dari invasi Rusia ke Ukraina akan mempercepat perlambatan aktivitas ekonomi global, yang sekarang diperkirakan akan melambat menjadi 2,9% pada 2022," tulis laporan Bank Dunia, dikutip Rabu (8/6).
Perang di Ukraina menyebabkan harga komoditas melonjak tinggi, memperburuk gangguan pasokan, meningkatkan kerawanan pangan, kemiskinan, inflasi, memperkatat kondisi keuangan hingga meningkatkan ketidakpastian kebijakan.
Terlepas dari kejutan negatif terhadap aktivitas global pada 2022, Bank Dunia tidak melihat adanya rebound yang diproyeksikan terjadi pada 2023. Pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan naik menjadi 3% pada 2023. Hal ini dipengaruhi banyak faktor, khususnya harga komoditas yang masih tinggi dan berlanjutnya pengetatan moneter.
Sementara, inflasi dunia meningkat tajam dari posisi terendahnya pada pertengahan 2020. Ini didorong oleh permintaan global yang meningkat, hambatan pasokan, serta melonjaknya harga pangan dan energi terutama sejak serangan Rusia ke Ukraina.
Bank Dunia menyebut, pasar memperkirakan inflasi akan mencapai puncaknya pada pertengahan tahun ini dan kemudian berangsur turun.
Sementara, pertumbuhan global telah bergerak ke arah yang berlawanan. Tanda-tanda penurunan disebut sudah terlihat sejak awal tahun. Pertumbuhan ekonomi dunia sepanjang dekade ini diperkirakan tetap di bawah rata-rata tahun 2010-an.
"Mengingat perkembangan ini, risiko stagflasi yakni kombinasi dari inflasi yang tinggi dan pertumbuhan yang lambat telah meningkat," kata Bank Dunia.
Belajar dari stagflasi pada tahun 1970-an, bank sentral dunia butuh langkah agresif menaikan suku bunga untuk meredam inflasi. Namun, langkah ini telah memicu resesi global dan serangkaian krisis keuangan di negara berkembang dan emerging market.
Bank Dunia menyebut, jika tekanan stagflasi saat ini meningkat, maka negara-negara berkembang dan emerging market yang akan menghadapi tantangan berat lagi. Hal ini karena ekspektasi inflasi yang kurang baik, kerentanan di sektor keuangan yang meningkat dan fundamental pertumbuhan ekonom yang lemah.
Meski merevisi kebawah proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia, dalam laporan yang sama Bank Dunia masih mempertahankan perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia di 5,1%.
Terakhir kali Bank Dunia memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk 2022 yaitu dalam laporan bulan April sebesar 0,1 poin persentase sebagai imbas perang dan pengetatan moneter.