Nilai tukar rupiah dibuka melemah tipis dua poin ke level Rp 15.039 per dolar Amerika Serikat (AS) di pasar spot pagi ini. Pelemahan diperkirakan berlanjut seiring keputusan Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah berbalik menguat ke Rp 14.029 pada Pukul 09.25 WIB. Level ini melewati posisi penutupan kemarin di Rp 15.037 per dolar AS.
Mata uang Asia lainnya bergerak bervariasi terhadap dolar AS. Yen Jepang dan dolar Singapura masing-masing melemah 0,09%, dolar Hong Kong 0,01%, dolar Taiwan 0,04%, won Korsel 0,35%, dan baht Thailand 0,23%.
Sebaliknya, peso Filipina menguat 0,06%, rupee India dan ringgit Malaysia masing-masing 0,04%. Sedangkan yuan Cina stagnan.
Analis DCFX Lukman Leong memperkirakan, rupiah kembali tertekan hari ini seiring langkah Bank Indonesia menahan suku bunga acuan. Padahal, sejumlah bank sentral dunia mulai menaikkan bunga acuannya.
Rupiah pun diperkirakan bergerak di rentang Rp 14.975 - Rp 15.100 per dolar AS.
BI kembali menahan suku bunga acuan di level 3,5% dalam pengumuman kemarin (22/7). Level bunga rendah ini dipertahankan selama 17 bulan berturut-turut.
Pada hari yang sama, bank sentral Eropa (ECB) mengumumkan kenaikan bunga acuannya 50 basis poin (bps) atau 0,5%. Kenaikan ini lebih besar dari rencana awal 25 bps.
Itu juga merupakan kenaikan pertama suku bunga acuan ECB dalam 11 tahun terakhir. Dengan demikian, suku bunganya kini berada di level 0% dari sebelumnya minus 0,5%.
Dengan adanya sentimen kebijakan bank sentral Eropa dan BI itu, Lukman memperkirakan rupiah melemah.
"Rupiah diperkirakan melemah setelah BI mempertahankan suku bunga saat bank-bank sentral dunia menaikkan suku bunga. ECB mengejutkan pasar dengan kenaikan 50 bps semalam," kata Lukman dalam risetnya, Jumat (22/7).
Di sisi lain, pasar juga menantikan pertemuan pembuat kebijakan The Fed pekan depan. Pasar mengantisipasi bank sentral AS masih akan agresif menaikkan bunga 75 bps.
Analis pasar uang Ariston Tjendra memprediksi, suku bunga acuan AS berada di level 3% pada akhir tahun. Langkah agresif ini untuk menurunkan inflasi di Negeri Paman Sam yang mencetak rekor tertinggi dalam lebih dari 40 tahun.
"BI juga masih mempertahankan suku bunga acuannya. Spread suku bunga acuan AS dan BI yang menyempit membuat aset dolar lebih menarik dibandingkan aset rupiah," kata Ariston.
Dengan risiko tekanan tersebut, ia memperkirakan rupiah kembali tertekan ke arah Rp 15.070. Ini dengan potensi support di kisaran Rp 15.000 per dolar AS.