Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan perekonomian dunia kini terfragmentasi lebih jauh akibat perang Rusia dan Ukraina. Kondisi ini dapat menganggu kerja sama multilateral dalam berbagai isu, termasuk penanganan perubahan iklim.
"Risiko serius terhadap prospek jangka menengah adalah bahwa perang di Ukraina akan berkontribusi pada fragmentasi ekonomi dunia ke dalam blok-blok geopolitik dengan standar teknologi yang berbeda, sistem pembayaran lintas batas, dan mata uang cadangan," kata IMF dalam laporan terbarunya dikutip Rabu (27/7).
Fragmentasi ekonomi juga dapat mengurangi efektivitas kerja sama multilateral untuk mengatasi sejumlah masalah penting seperti perubahan iklim. Risiko lebih lanjut, yakni krisis pangan yang terjadi saat ini bisa saja menjadi hal yang lumrah.
Meski demikian, IMF menyebut dampaknya kini masih minim. Masih sedikit bukti terjadinya reshoring alis pemindahan perusahaan ke negara asal. Perdagangan global juga kini makin kuat sejak awal pandemi.
Perekonomian global yang makin terkotak-kotak ini menjadi satu dari enam risiko yang membayangi perekonomian global saat ini. IMF memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia menjadi 3,2% untuk tahun ini dan 2,9% pada tahun depan. Dalam skenario alternatif, dimana berbagai risiko terjadi, pertumbuhan tahun ini dapat melambat ke 2,6% dan 2% untuk tahun depan.
Sri Mulyani sempat menegaskan dalam pertemuan G20 dua pekan lalu terkait pentingnya mendorong multilateralisme global di tengah dinamika geopolitik akibat perang. Hal itu disampaikannya dalam pembukaan pertemuan tingkat menteri keuangan dan gubernur bank sentral G20, yang di dalamnya juga hadir perwakilan Amerika Serikat dan Rusia.
Dalam konferensi pers usai pertemuan tersebut, Sri Mulyani juga menyebut anggota G20 sepakat memperkuat multilateralisme. Meski kemudian negara-negara anggota tidak berhasil menyusun komunike, pernyataan bersama untuk isu yang dibahas. Tidak semua topik juga disepakati, utamanya berkaitan soal perang dan krisis pangan.
Sejak serangan Rusia pertama kali ke Ukraina pada Februari lalu, negara-negara barat termasuk AS telah menjatuhkan sejumlah sanksi kepada Rusia. Sanksi juga diberikan kepada Belarusia yang merupakan sekutu Kremlin.
IMF menyebut, Uni Eropa telah menyetujui embargo untuk impor batu bara Rusia mulai Agustus 2022 dan minyak lintas laut mulai tahun depan. Uni Eropa juga mengumumkan akan memblokir asuransi dan pembiayaan transportasi laut minyak Rusia ke negara ketiga pada akhir 2022.
Kelompok tujuh negara ekonomi G7 berencana juga kini tengah mengkaji diberlakukannya price ceiling alias batas harga pada ekspor minyak mentah Rusia.