BI Targetkan Inflasi Pangan Turun 5%, Dorong Pemda Gelar Operasi Pasar
Bank Indonesia menargetkan inflasi pangan bisa turun ke level 6%-5% dari posisi 11,47% secara tahunan pada Juli 2022. Gubernur BI Perry Warjiyo mengenalkan empat strategi pengendalian harga pangan, di antaranya operasi pasar di berbagai daerah.
"Ingat, inflasi pangan itu adalah masalah perut masalah rakyat dan itu langsung ke sejahtera ini bukan masalah ekonomi saja tapi masalah ekonomi sosial. Bagaimana nanti Oktober dan seterusnya jangan sampai ada masalah politik," ujarnya dalam acara Kick Off Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan, Rabu (10/8).
Perry menyebut inflasi pangan sangat berdampak bagi konsumsi masyarakat. Alasannya, pangan menyedot sekitar 20% dari komposisi pengeluaran masyarakat. Bagi masyarakat miskin akan terpukul lebih berat lagi, karena lebih dari separuh bahkan hingga 60% dari bobot pengeluaran mereka untuk pangan. Jadi, jika inflasi pangan bisa ditekan hingga 5% bisa memberi dampak sosial dan kesejahteraan bagi masyarakat.
Perry menyebut inflasi pangan sangat berdampak bagi konsumsi masyarakat. Alasannya, pangan menyedot sekitar 20% dari komposisi pengeluaran masyarakat. Bagi masyarakat miskin akan terpukul lebih berat lagi, karena lebih dari separuh bahkan hingga 60% dari bobot pengeluaran mereka untuk pangan. Jadi, jika inflasi pangan bisa ditekan hingga 5% bisa memberi dampak sosial dan kesejahteraan bagi masyarakat.
Dia menyebut ada empat upaya yang bisa dilakukan, bukan hanya bagi BI tetapi otoritas terkait dan juga masyarakat. Pertama, mendorong operasi pasar di berbagai daerah. Ini untuk menurunkan harga sejumlah harga komoditas seperti cabai, bawang, telur hingga daging bisa segera turun.
Pemerintah pusat bersama BI kini tengah berkoordinasi untuk mendorong agar pemerintah daerah bisa memakai anggarannya untuk menggelar operasi pasar. "Karena ada beberapa masalah kepastian hukum dan ada beberapa Bupati walikota yang takut menggunakan anggaran untuk operasi pasar," kata Perry.
Kedua, kerja sama daerah untuk mendistribusikan hasil produksi yang berlebih kepada daerah lain yang membutuhkan. Koordinasi antar daerah dinilai bisa mempercepat distribusi kebutuhan pangan ke daerah lain yang membutuhkan sehingga pasokan tercukupi.
Ketiga, Perry mengingatkan kembali kepada masyarakat untuk memulai bertani sehingga produksi bisa meningkat. Terbatasnya lahan untuk bercocok tanam menurutnya tidak lagi menjadi kendala saat ini, karena sudah mulai berkembang metode tanam yang lebih sedikit membutuhkan ruang. Keempat, ia juga memastikan Bank Indonesia akan selalu mendukung program pengendalian inflasi harga pangan.
Komponen harga bergejolak merupakan salah satu dari tiga komponen perhitungan Indeks Harga Konsumen (IHK) oleh BPS. Hampir 40% dari inflasi bulan lalu berasal dari komponen ini. Inflasi komponen ini terutama dipengaruhi oleh kenaikan harga komoditas pangan.
"Inflasi volatile food 11,47% secara YOY pada Juli merupakan tertinggi sejak Januari 2014 yang saat itu terjadi inflasi 11,91%," kata Kepala BPS Margo Yuwono dalam konferensi pers secara daring, Senin (1/8).
Kenaikan harga pada komponen ini berarti harga-harga bahan makanan yang dibeli oleh masyarakat 11,47% lebih mahal dibandingkan tahun lalu. Bahan makanan yang makin mahal berdampak terhadap meningkatnya beban pengeluaran masyarakat dan bisa memicu makin banyak orang yang jatuh miskin.
Margo menyebut bahan makanan menyumbang hampir tiga perempat terhadap perhitungan dalam distribusi garis kemiskinan. "Kalau harga pangannya tinggi, maka itu akan berpengaruh pada garis kemiskinan, apalagi kalau pendapatan atau pengeluarannya tidak naik maka itu bisa menyebabkan kemiskinan semakin bertambah," kata Margo.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi harga konsumen, terutama komoditas pangan, terus melonjak pada bulan Juli. Tren ini berlanjut seiring dengan kebangkitan konsumsi rumah tangga di tengah pemulihan ekonomi. Kelompok pengeluaran makanan, minuman dan tembakau mencatat inflasi tahunan sebesar 9,35% pada bulan Juli. Berikut grafik Databoks: