Faisal Basri: Harga BBM di RI Masih Lebih Murah daripada Arab Saudi

Agung Samosir|KATADATA
Ekonom Faisal Basri menilai kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM sudah tepat.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
6/9/2022, 18.33 WIB

Pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga Pertalite, Solar, dan Pertamax mulai 3 September. Ekonom Faisal Basri menilai, kebijakan penyesuaian harga BBM merupakan fenomena global yang harus ditempuh hampir semua negara, termasuk negara produsen besar minyak seperti Arab Saudi. 

Menurut Faisal, harga BBM di Indonesia saat ini masih lebih murah dibandingkan Arab Saudi. Ia pun menilai langkah pemerintah untuk menaikkan harga sembari memberikan tambahan bantuan sosial sudah tepat.

"Meski pahit, kebijakan penyesuaian harga BBM bersubsidi harus bisa dipahami dengan baik," kata Ekonom Faisal Basri dikutip dari Antara, Selasa (6/9). 

Faisal menjelaskan, salah satu tujuan dari kebijakan subsidi dalam teori ekonomi adalah redistribusi  agar distribusi pendapatan menjadi lebih merata. Dengan menetapkan harga lebih murah, masyarakat miskin dapat membeli barang yang disubsidi.

“Subsidi BBM tampak tidak sejalan dengan tujuan tersebut karena ternyata orang miskin sedikit menggunakan BBM dari pada orang kaya. Sementara itu, subsidi BBM membutuhkan anggaran sangat besar,” katanya.

Di sisi lain, ia juga mengingatkan, pemerintah perlu mencurahkan energi untuk memitigasi dampak potensi meningkatnya inflasi serta mengurangi tekanan pada masyarakat yang rentan secara ekonomi.“Gunakan semua instrumen untuk meringankan beban rakyat," ujar Faisal.

Pemerintah menambah anggaran bansos Rp 24,17 triliun. Dana ini mengalir untuk tiga jenis bansos. Pertama, bantuan langsung tunai (BLT) untuk pengalihan subsidi BBM yang diberikan kepada 20,65 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Anggarannya sebesar Rp 12,4 triliun. Setiap keluarga akan menerima Rp 600 ribu dengan dua kali pencairan.

Target penerima BLT tersebut mencakup hingga 30% keluarga termiskin. Adapun total rumah tangga yang berada di bawah garis kemiskinan saat ini diperkirakan sekitar 6,5 juta keluarga atau sekitar 9%.

"Pemerintah ketika memberikan bantalan untuk BLT itu akan memberikan kepada 20,65 juta rumah tangga, yang berarti sekitar tiga kali lipat dari 6,5 juta keluarga tadi," ujarnya.

Kedua, subsidi bantuan upah kepada 16 juta pekerja dengan anggaran Rp 9,6 triliun. Adapun pekerja yang berhak menerima yaitu yang memiliki gaji maksimum Rp 3,5 juta per bulan. Adapun besaran bantuannya Rp 600 ribu dengan sekali pencairan.

Jenis bantuan ini dinilai akan menjangkau kelompok masyarakat kelas menengah, terutama pekerja dengan penghasilan rendah. Jenis bantuan serupa pernah diberikan saat pandemi dan diklaim berhasil menjaga daya beli kelompok menengah bawah.

Ketiga, bantuan melalui anggaran daerah. Sri Mulyani akan memangkas 2% dari dana transfer umum (DTU) dengan total Rp 2,17 triliun. Dana tersebut kemudian digunakan untuk memberikan subsidi kepada masyarakat atas biaya transportasi angkutan umum, ojek, memberi bantuan kepada nelayan, hingga tambahan perlindungan sosial.

"Kami berharap betul-betul terkompensasi dan ini artinya betul-betul pengalihan subsidi dari subsidi barang yang bisa dikonsumsi kelompok menengah atas menjadi subsidi kepada kelompok miskin dan rentan yang betul-betul membutuhkan," kata Suahasil.