Kemenkeu: Harga Pertalite dan Solar Seharusnya Naik Sejak Awal Tahun

ANTARA FOTO/Galih Pradipta/rwa.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyebut, tanda-tanda kenaikan harga minyak sudah terlihat sejak tahun lalu.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
12/9/2022, 12.21 WIB

Kementerian Keuangan menyebut harga BBM bersubsidi, Pertalite dan Solar seharusnya sudah naik sejak awal tahun ini jika mengikuti mekanisme pasar. Namun, pemerintah memilih menambah anggaran subsidi dan kompensasi energi sebelum akhirnya memutuskan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi pada bulan ini. 

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyebut, tanda-tanda harga minyak naik sudah terlihat sejak pertengahan tahun lalu tetapi baru signifikan pada awal tahun ini.

"Ini kalau di-pass through (diteruskan) secara langsung, harusnya harga Pertalite kita sudah naik dari awal 2022, begitu juga Solar," kata Suahasil dalam kuliah umum Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Senin (12/9).

Pemerintah awalnya memilih menahan harga BBM di konsumen agar tidak naik dengan menambah subsidi dan kompensasi. Harga Pertalite dipertahankan Rp 7.650, begitu juga Solar Rp 5.150 hingga Agustus.

Ia membandingkan kondisi yang terjadi di Amerika Serikat. Menurut Suahasil, pemerintah AS meneruskan kenaikan harga minyak ke konsumen. Dampaknya, harga bahan bakar setara Pertalite di sana melonjak dua kali lipat. 

Lantaran memutuskan untuk menahan harga BBM bersubsidi, menurut dia, subsidi energi melonjak dari alokasi awal Rp 152,4 triliun menjadi Rp 502,4 triliun. 

Yang bayar itu berarti uang dari pajak yang kami kumpulkan. Pemerintah tidak cetak uang, tetapi boleh cetak surat utang atau oblogasi, dapat uang kemudian uangnya dipakai untuk belanja negara," kata Suahasil.

Namun, pertahanan pemerintah jebol juga. Harga minyak masih bertahan tinggi serta kurs rupiah terus melemah. Di sisi lain volume konsumsi  BBM terus naik seiring pemulihan ekonomi. Anggaran subsidi Rp 502,4 triliun yang telah dinaikkan dan terdiri dari alokasi Pertalite sebanyak 23 juta kilo liter dan Solar 15 juta kilo liter tak cukup lagi.

Pemerintah menghitung, anggaran subsidi energi masih berpotensi membengkak menjadi Rp 698 triliun. Ini dengan perhitungan jika kuota Pertalite ditambah menjadi 29 juta kilo liter dan Solar 17 juta kilo liter. 

Menurut Suahasil, kebutuhan anggaran subsidi yang membengkak tersebut dinilai terlalu besar. Pemerintah juga menyadari bahwa mayoritas dari subsidi itu juga dinikmati masyarakat mampu. Hal ini yang melandasi pemerintah untuk menyesuaikan harga BBM. Harga Pertalite dikerek menjadi Rp 10 ribu dan Solar menjadi Rp 6.800.

"Kalau memang harusnya sudah naik, mengapa tidak dinaikkan dari awal 2022? Jawabannya adalah pemerintah ingin pemulihan ekonomi bisa bekerja maksimal dulu sampai pilihan terakhir baru menaikkan harga BBM," kata Suahasil.




Reporter: Abdul Azis Said