BREAKING NEWS: BI Naikkan Lagi Suku Bunga 0,5% Efek Kenaikan Harga BBM

ANTARA FOTO/Galih Pradipta/rwa.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memperkirakan ekonomi Indonesia pada tahun ini akan tumbuh di batas atas kisaran 4,5% hingga 5,3%.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
22/9/2022, 14.25 WIB

Bank Indonesia kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar 50 bps ke level 4,25%, menyusul langkah The Fed tadi malam yang menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 bps. Kenaikan suku bunga dilakukan untuk mengendalikan inflasi yang berpotensi meningkat seiring kenaikan harga BBM awal bulan ini. 

"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 21-22 September 2022 memutuskan untuk menaikkan BI 7 days reverse repo rate sebesar 50 bps menjadi 4,25%," Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Konferensi Pers hasil Rapat Dewan Gubernur bulan Agustus 2022, Selasa (22/9).

Suku bunga fasilitas simpanan alias deposito facility naik menjadi 3,5%. Demikian pula dengan bunga pinjaman atau lending facility yang naik menjadi 5%. BI telah menaikkan suku bunga sebesar 25 bps pada bulan lalu setelah mempertahankannya selama 17 bulan berturut-turut. 

Perry mengatakan kenaikan suku bunga ini merupakan langkah preventif untuk menurunkan ekspektasi inflasi dan mengembalikan inflasi inti ke kisaran 3,5%. 

Inflasi pada September diperkirakan meningkat akibat kenaikan harga BBM yang berlaku sejak 3 September 2022. Pemerintah menaikkan harga Pertalite menjadi Rp 10.000 per liter, Solar menjadi Rp 6.800 per liter, dan Pertamax menjadi Rp 14.500 per liter.

Perry menjelaskan, perekonomian global berisiko tumbuh lebih rendah pada tahun ini yang disertai dengan tingginya inflasi dan ketidakpastian di pasar keuangan global. Penurunan pertumbuhan ekonomi yang lebih besar terutama akan terjad di Amerika Serikat, Eropa, dan Cina, 

"Volume perdagangan dunia tetap rendah di tengah perlambatan ekonomi, disrupsi mata rantai pasokan global meningkat sehingga harga di dalam negeri juga bertahan tinggi," kata dia. 

Menurut Perry, tekanan inflasi global juga semakin meningkat seiring ketegangan geopolitik yang masih berlanjut. Inflasi di negara maju dan emerging market meningkat tinggi sehingga mendorong bank sentral di banyak negara melanjutkan kebijakan moneter agresif.

"Pertimbangan terkini, kenaikan bunga The Fed yang lebih tinggi diperkirakan masih berlanjut sehingga mendorong dolar AS semakin kuat terhadap seluruh mata uang dunia dan menganggu aliran portofolio termasuk di Indoensia," kata dia. 

Meski kondisi ekonomi global penuh dengan ketidakpastian, Perry masih optimistis perekonomian domestik akan tumbuh lebih baik dan berada diatas target pertumbuhan ekonomi BI sebesar 4,5% hingga 5,3%. 

Perbaikan ekonomi nasional yang berlanjut seiring dengan permintaan yang membaik dan positifnya kinerja ekspor. Konsumsi swasta meningkat seiring kenaikan pendapatan. Pembiayaan kredit dan keyakinan konsumen juga membaik karena peningkatan mobilitas.

"Dorongan ke konsusmi rumah tangga diddukung kebijakan pemeirntah menambah bansos utnuk menjaga daya beli masyarakat kelompok bawah dari dampak kenaikan inflasi sebagai konsekuensi pengalihan subsidi BBM," kata dia.

Kebijakan bank sentral AS juga menjadi salah satu faktor pertimbangan BI. Dalam pengumuman dini hari tadi, The Fed memutuskan kembali menaikkan bunga 75 basis poin (bps) atau 0,75%.

Besaran kenaikannya sama selama tiga pertemuan beruntun. Dengan demikian, suku bunga di AS naik menjadi 3%-3,25% atau menyentuh rekor tertinggi sejak awal 2008.

Gubernur The Fed Jerome Powell mengatakan pesan utama bank sentral yang masih sama dengan sebelum-sebelumnya, yakni mendorong inflasi turun ke rentang target 2%. "Dan kami akan terus melakukannya sampai pekerjaan selesai," kata Powell dikutip CNBC Internasional, Rabu (21/9).