Perang di Ukraina telah memicu ketegangan antara negara-negara G20, terutama antara Amerika Serikat dan sekutunya dengan Rusia. Menteri Keuangan Sri Mulyani buka-bukaan terkait beratnya tugas yang harus ditanggung Indonesia sebagai tuan rumah di tengah adanya usulan merombak anggota grup menjadi G19.
Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam sebuah diskusi T20 di Washington DC bersama jurnalis senior Financial Times (FT) Edward Luce menjelaskan beratnya tantangan yang dihadapi Indonesia sebagai presidensi G20 tahun ini. Perang antara Rusia dan Ukraina pecah hanya berselang beberapa hari setelah pertemuan pertama tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (FMCBG) pertama di Jakarta pada Februari lalu.
"Dengan semua diskusi yang kuta punya sebagai tuan rumah dalam hal ini presidensi, saya harus berbicara dengan semua anggota G20. Pertama, untuk memastikan bahwa G20 tetap bersatu, tidak terpecah, karena pada saat itu saya pikir masalah tentang bisakah mengeluarkan satu anggota, atau bisakan kita menjadi G-19, sebenarnya cukup nyata," kata Sri Mulyani, Senin (10/10).
Ia bercerita bahwa Indonesia tidak pernah memprediksi bahwa presidensi tahun ini akan menghadapi tantangan adanya perang yang kemudian memicu ketegangan antara negara-negara anggota G20. Jika dirunut, pecah perang di Ukraina hanya kurang dari tiga bulan setelah Indonesia menerima tampuk presidensi G20 dari Italia awal Desember tahun lalu.
Sri Mulyani mengatakan, tentunya memberi tekanan tambahan di samping tugas utama G20 yang memang sudah menantang, seperti masalah perubahan iklim dan pandemi. Presidensi G20 saat ini perlu bekerja ekstra, karena pada saat yang sama juga harus bisa terus menjaga kerja sama di antara anggota G20.
Meski demikian, ia mengatakan G20 telah mencapai kemajuan yang luar biasa sekalipun dihadapkan ketegangan tersebut. Para menteri keuangan dan gubernur bank sentral akan kembali bertemu untuk pertemuan keempat pekan ini di Washington DC, Amerika Serikat. Setelah itu, para presiden negara anggota G20 akan bertemu pada pekan ketiga bulan depan di Bali.
"Kami mampu mencapai kemajuan yang luar biasa. Financial Intermediary Funds (FIF) telah didirikan di bawah Bank Dunia sebagai wali amanat, dan saat ini kami sudah memiliki 15 donatur, 12 berasa; dari G20 dan tidak semuanya adalah negara maju," kata Sri Mulyani.
Ketegangan hubungan antara anggota G20 telah meningkat sejak pertemuan kedua tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral kedua di Washington DC, pada April lalu. Hal ini menandai pertemuan pertama para pejabat negara-negara G20 setelah perang meletus sekitar dua bulan sebelumnya.
Mengutip The Guardian, Amerika Serikat, Inggris dan Kanada saat itu walk out dari forum FMCBG kedua. Hal ini dilakukan saat delegasi Rusia berbicara. Selain itu, sumber juga menyebutkan Inggris, AS dan negara barat lainnya mendorong konsensus tentang kelanjutan keanggotan Rusia di G20.
Walk out tiga negara tersebut juga dibenarkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam sesi konferensi pers usai pertemuan. Ia mengaku tidak terkejut dengan langkah tersebut, tetapi ia memastikan diskusi terkait isu-isu substansial tetap jalan.
Dalam rangka mendukung kampanye penyelenggaraan G20 di Indonesia, Katadata menyajikan beragam konten informatif terkait berbagai aktivitas dan agenda G20 hingga berpuncak pada KTT G20 November 2022 nanti. Simak rangkaian lengkapnya di sini.