Para pejabat Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve sepakat bahwa mereka perlu menaikkan suku bunga ke tingkat yang lebih ketat dan mempertahankannya untuk beberapa waktu demi memangkas inflasi yang tinggi dan meluas. Hal tersebut termuat dalam dokumen risalah pertemuan The Fed pada 20-21 September 2022 menunjukkan kemungkinan langkah bank sentral yang masih akan agresif menaikkan suku bunga.
Mengutip Reuters, dokumen risalah yang dirilis Rabu (12/10) tersebut menunjukkan bahwa anyak pejabat yang menekankan biaya karena mengambil tindakan yang terlalu sedikit untuk menurunkan inflasi kemungkinan akan lebih besar daripada jika merekal terlalu banyak bertindak. Banyak dari mereka juga menekankan pentingnya tetap berada di jalur melawan inflasi, bahkan ketika pasar tenaga kerja sudah terlihat melambat.
Pada pertemuan bulan lalu, The Fed menaikkan suku bunga tiga perempat poin persentase untuk ketiga kalinya berturut-turut dalam upaya untuk mendorong inflasi turun dari level tertinggi dalam 40 tahun terakhir. Ketua The Fed Jerome Powell setelah itu menyatakan bahwa mereka masih akan terus menaikkan suku bunga hingga inflasi terkendali.
Risalah ini juga berisi petunjuk penurunan laju pengetatan moneter di masa depan. Beberapa pembuat kebijakan mengatakan akan penting untuk "mengkalibrasi" laju kenaikan suku bunga lebih lanjut untuk mengurangi risiko efek buruk yang signifikan pada ekonomi.
"Tidak ada hal yang berbeda dalam risalah dari pandangan sebelumnya, The Fed masih berpeluang menaikkan suku bunga 75 bps bulan depan dan 50 bps pada Desember," ujar Gregory Daco, kepala ekonom di EY-Parthenon dalam risetnya.
Meski demikian, menurut dia, risalah menunjukkan ada keinginan yang semakin terlihat untuk mengurangi laju kenaikan suku bunga. Ini terkait dengan konteks meningkatnya ketidakpastian ekonomi dan pasar keuangan global di tengah pengetatan kebijakan moneter yang disinkronkan secara global, tetapi tidak terkoordinasi.
Sejak pertemuan bulan lalu, para pembuat kebijakan bersatu dalam menekankan kebutuhan mendesak untk mengatasi inflasi yang dikhawatirkan berisiko mengakar. Sikap tersebut muncul meski mereka menyadari pengetatan kebijakan agresif mengakibatkan pengangguran yang lebih tinggi.
"Beberapa pembuat kebijakan menggarisbawahi perlunya mempertahankan sikap membatasi selama diperlukan, dengan beberapa peserta menekankan bahwa pengalaman historis menunjukkan bahaya berakhirnya periode kebijakan moneter ketat yang dirancang untuk menurunkan inflasi secara prematur," kata risalah tersebut.
Di sisi lain, risalah ini juga mencatat terdapat beberapa pejabat yang melihat kebutuhan untuk menaikkan suku bunga secara agresif mereda. Hal ini menunjukkan sisi lain kekhawatiran pejabat The Fed bahwa upaya untuk membawa inflasi AS kembali ke kisaran 2% telah memangkas perekonomian lebih besar dari yang diperkirakan.
Wakil Ketua Fed Lael Brainard awal pekan ini tampaknya memiliki pandangan itu. Ia tidak membuat pernyataan tentang perlunya menaikkan suku bunga cukup tinggi dan mempertahankannya cukup lama untuk menurunkan inflasi. Brainard justru melihat perlunya bank sentral lebih berhati-hati menaikkan bunga karena bank sentral global lainnya sedang menempuh langkah serupa.
"Mereka telah berbicara tentang bagaimana mereka bersedia mengambil risiko resesi untuk membawa inflasi kembali terkendali, tetapi kemungkinan meningkatnya risiko resesi membuat mereka mungkin sedikit kehilangan keberanian," kata Chris Zaccarelli, kepala investasi. petugas di Independent Advisor Alliance di Charlotte, North Carolina.
Pasar dalam beberapa pekan terakhir telah berpegang teguh pada keyakinan bahwa Fed akan segera membalikkan arah tahun depan dan memangkas suku bunga dalam menghadapi pertumbuhan yang melambat dan pengangguran yang lebih tinggi. Pejabat Fed telah mendorong kembali ekspektasi itu dengan mengatakan mereka berharap untuk membiarkan suku bunga dinaikkan untuk beberapa waktu setelah mereka selesai menaikkannya.
Pasar yang sepenuhnya mencerna hawkishness Fed mendorong pasar saham AS jeblok. Imbal hasil utang pemerintah AS dan dolar melonjak, serta memperburuk kondisi lemah di pasar luar negeri.
Proyeksi pembuat kebijakan yang dirilis pada pertemuan bulan lalu menunjukkan target suku bunga kebijakan The Fed saat ini berada di kisaran 3,00%-3,25%, tertinggi sejak 2008. Suku bunga The Fed diperkirakan naik ke kisaran 4,25%-4,50% pada akhir tahun ini dan berakhir 2023 di 4,50 %-4,75%. Proyeksi akhir tahun 2022 menunjukkan satu lagi kenaikan 75 basis poin kemungkinan pada dua pertemuan bank sentral yang tersisa tahun ini.
Data inflasi AS baru-baru ini menunjukkan sedikit atau hampir tidak ada perbaikan meskipun suku bunga telah naik dalam laju tercepat 40 tahun trakhir. Pasar tenaga kerja tetap kuat dengan upah yang meningkat secara solid
Setelah rilis risalah pada hari Rabu, pasar keuangan terus mencerminkan ekspektasi bagi The Fed untuk menaikkan suku bunga di sepanjang jalur yang ditunjukkan dalam proyeksi pembuat kebijakan. Meski demikian, investor juga bertaruh bahwa pada akhir 2023 The Fed akan membalikkan arah dan mulai memangkas suku bunga.