BI Sebut Dunia Hadapi Ancaman Baru Reflasi Tahun Depan, RI Aman?

Agung Samosir|KATADATA
Ilustrasi.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
21/11/2022, 14.19 WIB

Perry juga menyebut probabilitas resesi di Amerika Serikat dan Eropa telah meningkat, dengan kemungkinan AS jatuh ke jurang resesi selama periode setahun ke depan mencapai 60%. Ia bahkan menyebut winter alias situasi sulit tahun ini belum mencapai yang terburuk. 

"Tahun depan yang terburuk, karena ini memang berkaitan dengan geopolitik, fragmentasi politik, ekonomi dan investasi, pertumbuhan melambat," kata Perry.

Situasi ekonomi dunia tahun depan disebut bukan lagi stagflasi, atau stagnan dan inflais tinggi, melainkan reflasi. Ini merujuk pada perekonomian yang menghadapi resesi dan inflasi tinggi. Inflasi dunia tahun ini diperkirakan mencapai 9,2%, dengan level inflasi tinggi yang melanda negara-negara utama seperti Amerika dan Eropa. Kenaikan harga ini terutama akibat lonjakan harga pangan dan energi.

Tekanan harga yang tinggi memaksa banyak bank sentral memperketat kebijakan moneternya. BI memperkirakan bunga acuan AS akan naik 50 bps sehingga mencapai 4,5% pada akhir tahun ini. Suku bunga The Fed diperkirakan mencapai puncaknya pada paruh pertama tahun depan dan belum akan turun. Perry bahkan menyebut kemungkinan suku bunga tinggi akan bertahan lebih lama. 

"Sehingga kejar-kejaran antara  menaikkan suku bunga dan inflasi tinggi ini yang kenapa disebut risiko stagflasi, pertumbuhan yang stagnan menurun dan inflasi tinggi. Bahkan sekarang istilahnya adalah reflasi, risiko resesi dan tingginya inflasi," kata Perry.

Halaman:
Reporter: Abdul Azis Said