Rupiah Menguat 0,7% Sepekan ke Rp 15.345 di Tengah Krisis Perbankan AS

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/foc.
Petugas menunjukan uang pecahan rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Selasa (3/1/2023).
Penulis: Abdul Azis Said
17/3/2023, 17.08 WIB

Rupiah menguat 0,68% terhadap dolar AS sepanjang pekan ini di tengah krisis perbankan yang melanda Amerika Serikat (AS). Nilai tukar rupiah berpotensi melanjutkan penguatannya pekan depan jika pembuat kebijakan di bank sentral AS, The Fed, menempuh langkah dovish.

Rupiah parkir di level Rp 15.345 per dolar AS sore ini. Posisi tersebut menguat 105 poin atau 0,68% dibandingkan akhir pekan lalu. Khusus untuk perdagangan hari ini saja, Jumat (17/3), rupiah menguat 0,28%.

Beberapa mata uang Asia lainnya juga menguat pada perdagangan hari ini. Yen Jepang menguat 0,40% bersama dolar Singapura 0,31%, dolar Taiwan 0,14%, won Korea Selatan 0,70%, peso Filipina 0,31%, rupee India 0,21%, yuan Cina 0,15%, ringgit Malaysia 0,40%, dan baht Thailand 0,53%, sedangkan dolar Hong Kong stagnan.

Analis DCFX Lukman Leong menyebut penguatan rupiah sepekan terakhir murni karena pelemahan dolar AS. Hal ini seiring meredanya kekhawatiran pasar terhadap kegagalan beberapa bank di AS dan risiko kebangkrutan Credit Suisse.

Regulator AS memastikan pengembalian dana deposan secara utuh setelah kejatuhan Silicon Valley Bank (SVB). Sementara, kekhawatiran terhadap Credit Suisse mereda setelah bank akan memperoleh pinjaman jumbo dari bank sentral Swiss.

Di sisi lain, kejatuhan tiga bank di AS beberapa waktu terakhir juga mendorong berkembangnya ekspektasi bahwa The Fed tak akan agresif mengerek suku bunga. Alasannya, salah satu penyebab kejatuhan SVB diduga karena suku bunga yang terus naik agresif.

"Sentimen yang mendukung rupiah yakni The Fed diperkirakan lebih dovish pada pertemuan mendatang, serta bank-bank yang mengalami masalah diharapkan akan memperoleh dukungan dari pemerintah," kata Lukman dalam catatannya.

Perhatian pasar terfokus kepada krisis perbankan di AS sekalipun banyak data positif yang dirilis sepakan ini. Dari dalam negeri, surplus neraca dagang Februari jauh di atas ekspektasi pasar. Dari eksternal, indeks harga produsen mengalami deflasi 0,1% secara bulanan dari perkiraan pasar akan inflais 0,3%.

Lukman menyebut sentimen krisis perbankan di AS masih akan jadi perhatian pasar pada pekan depan. Selain itu pasar jug menantikan rapat pembuat kebijakan The Fed tanggal 22 Maret. Dari dalam negeri, tak ada berita dan data ekonomi utama yang ditunggu pasar.

"Rupiah berpotensi menguat apabila The Fed yang diperkirakan mungkin akan bersikap dovish pada pertemuan minggu depan," kata Lukman.

Reporter: Abdul Azis Said