Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan HAM Mahfud MD memastikan tak ada perbedaaan soal transaksi mencurigakan terkait pegawai Kementerian Keuangan yang disampaikan dirinya di Komisi III DPR dan Menteri Keuangan Sri Mulyani di Komisi XI DPR. Mahfud sebelumnya menyebut nilai transaksi mencurigakan pegawai Kemenkeu mencapai Rp 35,5 triliun, sedangkan Sri Mulyani menyebut nilainya hanya Rp 3,3 triliun.
" Terlihat berbeda karena cara klasifikasi dan penyajian data saja yang berbeda. Keseluruhan LHA (laporan hasil analisis) dan LHP (laporan hasil pemeriksaan) mencapai 300 surat dan transaksi agregat Rp 349 triliun," ujar Mahfud dalam Konferensi Pers Bersama Komite Nasional TPPU di Jakarta, Senin (10/4).
Ia menjelaskan, Kemenkopolhukan saat rapat dengan Komisi III DPR mencantumkan semua ttansaksi yang melibatkan pegawai Kemenkeu, baik terkait laporan yang dikirimkan ke Kemenkeu maupun aparat, sedangkan Kemenkeu hanya mencantumkan laporan yang diterimanya, tanpa mencantumkan laporan yang diberikan ke aparat penegak hukum.
"Itu saja bedanya," kata dia.
Mahfud juga menjelaskan, sebagian laporan hasil analisis terkait transaksi mencurigakan tersebut sudah ditangani Kemenkeu. Sementara sebagian lainnya, masih dalam proses penyelesaian oleh Kemenkeu dan aparat penegak hukum.
"Kemenkeu sudah menyelesaikan sebagian besar LHA terkait tindakan adminsitrasi yang terbukti terlibat. Kemenkeu juga akan terus menindaklanjuti dugaanan terjadinya Tidan pidana asal dan TPPU sesuai ketentuan UU nomer 8 tahun 2010 tentang pencegahan pemberantasan TPPU yang belum sepenuhnya dilakukan," ujarnya.
Sebelumnya, Mahfud dalam paparan Rabu (29/3) di Komisi III DPR mengklasifikasikan transaksi mencurigakan Rp 349 triliun, mencakup terkait pegawai Kemenkeu sebesar Rp 35,5 triliun, diduga melibatkan pegawai Kemenkeu Rp 53,8 triliun, dan terkait kewenangan Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal tetapi belum diperoleh data keterlibatan pegawai Kemenkeu Rp 260,5 triliun.
Sementara Sri Mulyani dalam rapat dengan komisi XI DPR pada Senin (27/3) menjelaskan, hanya sebagian kecil dari nilai transaksi mencurigakan yang terkait dengan pegawai Kemenkeu, yakni Rp 3,3 triliun yang berkaitan dengan pegawai Kementerian Keuangan.
Ia menjelaskan, dalam surat PPATK yang diterima 13 Maret tersebut memuat 43 halaman lampiran yang isinya terkait daftar 300 surat yang sudah diserahkan PPATK kepada Kemenkeu selama 15 tahun terakhir. Dalam surat itulah termuat angka transaksi senilai Rp 349 triliun. Namun, tidak semua surat itu sebetulnya diberikan kepada Kemenkeu.
"100 surat adalah surat PPATK ke aparat penegak hukum (APH) lain, jadi bukan kepada kami, yang nilai transaksinya Rp 74 triliun," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Senin (27/3).
Selain itu, sebanyak 65 surat berisi terkait perusahaan atau korporasi yang nilainya Rp 253 triliun. Ini merupakan akumulasi transaksi debit kredit perusahaan yang terkait dengan fungsi DJP dan DJBC sebagai penyidik tindak pidana asal perpajakan dan kepabeanan.
Adapun sisanya, sebanyak 135 surat terkait korporasi dan pegawai yang nilainya Rp 22 triliun. Ini terdiri atas transaksi debit kredit operasional korporasi Rp 18,7 triliunyang sebelumnya diminta Kemenkeu ke PPATK untuk menyelidiki keterkaitan pegawainya dengan perusahaan tersebut. Sementara sebagian dari 153 surat itu juga merupakan transaksi Rp 3,3 triliun yang terkait pegawai Kemenkeu.