IMF Proyeksi Utang AS dan Cina Terus Melonjak hingga 2028

Arief Kamaludin|KATADATA
Ilustrasi. Utang Amerika dan Cina diperkirakan masih akan tumbuh cepat hingga 2028.
Penulis: Agustiyanti
12/4/2023, 19.51 WIB

Dana Moneter Internasional atau IMF mencatat, pertumbuhan utang publik jauh lebih cepat dibandingkan proyeksi sebelum pandemi, terutama didorong oleh utang dua ekonomi terbesar, Amerika Serikat dan Cina. IMF memperkirakan, rasio  utang terhadap PDB negara-negara besar, seperti AS, Cina, dan Brasil masih akan tumbuh pesat hingga 2028 meski pandemi Covid-19 telah berlalu. 

Direktur Departemen Urusan Fiskal IMF Vitor Gaspar mengatakan, utang publik global melonjak hingga hampir 100% dari PDB pada 2020, sebelum membukukan penurunan tertajam dalam 70 tahun terakhir pada tahun 2022. Meski demikian, utang publik global masih 8% lebih tinggi dibandingkan tingkat pra-pandemi. Adapun mengacu perhitungan dalam data statistik utang luar negeri Bank Indonesia, utang publik mencakup utang pemerintah dan bank sentral. 

IMF memperkirakan, utang publik justru akan kembali meningkat pada tahun ini alih-alih normalisasi. Lembaga ini memproyeksi, rasio utang publik global terhadap PDB bahkan dapat mencapai 99,6% pada 2028. 

"Ada sejumlah besar ekonomi maju besar, ekonomi pasar berkembang besar, di mana rasio utang publik terhadap PDB diproyeksikan tumbuh cepat. Dalam daftar negara ini, termasuk Brasil, Cina, Jepang, Afrika Selatan, Turki, Amerika Serikat, dan Inggris," kata Gaspar, seperti dikutip dari Reuters.

Menurut dia, kenaikan utang publik global terutama akan didorong oleh Cina dan Amerika Serikat.

Sebaliknya, menurut dia, kenaikan rasio utang selama pandemi di negara berkembang berpenghasilan rendah sangat moderat dan sekarang diperkirakan akan turun ke level yang diperkirakan sebelum pandemi di tahun-tahun mendatang. "Kendala anggaran yang lebih ketat dan kerawanan pangan yang meningkat telah menghentikan pengentasan kemiskinan dan menghambat kemajuan lebih lanjut menuju Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Perserikatan Bangsa-Bangsa," kata IMF dalam laporan Monitor Fiskalnya.

Gaspar mengatakan, semua negara harus menyelaraskan kebijakan fiskal dan moneter mereka untuk memerangi inflasi dan membangun penyangga yang dapat digunakan jika terjadi krisis. Ia mencatat, negara-negara tanpa penyangga yang memadai akan mengalami resesi yang lebih lama dan lebih dalam jika terjadi krisis.

Laporan IMF memperingatkan bahwa utang publik yang terus meningkat berisiko tinggi. Oleh karena itu, menurut dia,  kerentanan utang harus menjadi prioritas utama, terutama di negara-negara berkembang berpenghasilan rendah di mana 39 negara sudah berada dalam atau dekat kesulitan utang.

IMF juga mengatakan bahwa  masalah perbankan baru-baru ini di Amerika Serikat dan Swiss telah meningkatkan risiko krisis keuangan yang meluas. Kondisi ini akan memberi lebih banyak tekanan pada neraca sektor publik jika pemerintah diminta untuk mengulurkan tangan dalam mengatasi krisis. 

Menurut IMF, regulator harus mempertimbangkan penguatan kerangka kerja manajemen krisis dan rezim mereka untuk menangani lembaga bermasalah untuk mencegah masalah lebih lanjut dan memburuk. 

"Di antara kemungkinan krisis terburuk, adalah krisis di mana Anda mengalami krisis keuangan bersamaan dengan krisis utang negara, dan itu adalah sesuatu yang disebut sebagai lingkaran malapetaka," kata Gaspar. 

Selama risiko keuangan terkendali, menurut dia, perjuangan melawan inflasi adalah prioritas terbesar., seraya menambahkan bahwa kebijakan fiskal yang lebih ketat juga dapat mengekang permintaan, mengurangi kebutuhan akan kenaikan suku bunga yang lebih agresif.

Adapun rasio utang Indonesia pada tahun lalu tercatat turun meski secara nominal masih meningkat. Rasio utang pemerintah terhadap PDB mencapai 39,57%.