Laporan Khusus | KTT ASEAN 2023

Riset ADB: Transisi Energi Ciptakan 6 Juta Lapangan Kerja di ASEAN

Dok PLN
Ilustrasi. Lima negara di ASEAN termasuk dalam daftar negara di dunia yang paling berisiko terdampak perubahan iklim.
Penulis: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
24/8/2023, 15.06 WIB

Riset terbaru Bank Pembangunan Asia (ADB) memperkirakan makin masifnya pengembangan sektor kendaraan dan pembangkit listrik rendah karbon sebagai upaya transisi energi dapat menciptakan hingga enam juta lapangan kerja baru di Asia Tenggara pada 2050. Pengembangan industri rendah karbon dianggap penting di tengah ancaman yang tinggi terhadap perubahan iklim terhadap negara-negara di Asia Tenggara.

Lima negara di ASEAN termasuk dalam daftar negara di dunia yang paling berisiko terdampak perubahan iklim. ADB juga memperkirakan negara-negara di Asia tenggara akan kehilangan hampir sepertiga nilai ekonominya pada 2050 karena kenaikan temperatur dan berbagai bencana karena perubahan iklim.

"Namun, hal ini juga memiliki peluang yang sangat besar dengan membuka aktivitas industri di sektor ramah lingkungan baik di level global, ASEAN maupun di tingkat masing-masing negara yang kemudian dapat membantu menghasilkan energi rendah karbon dengan biaya lebih rendah dan menciptakan sumber pertumbuhan ekonomi baru dan penciptaan lapangan kerja," kata Direktur ADB untuk Asia Tenggara Winfried Wicklein dalam sebuah seminar di rangkaian pertemuan menkeu ASEAN di Hotel Mulia, Jakarta, Kamis (24/8).

Oleh karena itu, menurut dia, upaya dekarbonisasi pembangkit listrik dan sektor mobilitas merupakan upaya mendorong pembangunan ekoniomi kawasan. Ia beralasan perkembangan industri panel surya, baterai dan motor listrik dapat mendukung tambahan pendapatan bagi ASEAN antara US$ 90-100 miliar pada 2030. Selain itu, hal ini akan menguntungkan tenaga kerja dengan adanya potensi tambahan tenaga kerja baru sampai enam juta orang di sektor energi terbarukan pada 2050.

Namun demikian, Wicklein mengingatkan bahwa salah satu kunci untuk mencapai hal itu, yakni pentingnya koordinasi kebijakan dan pemerintah yang proaktif. Hal lain yang tak kalah penting, yakni koordinasi antara pemerintah dengan industri dan pihak-pihak terkait lainnya.

Selain itu, menurut dia, upaya ini perlu bergantung pada langkah-langkah kebijakan pemerintah yang spesifik untuk masing-masing negara di kawasan. Beberapa aspek yang juga penting dilakukan seperti menstimulasi permintaan energi terbarukan dalam negeri, memastikan daya saing biaya, meningkatkan kemudahan berusaha, dan meningkatkan akses ke pasar ekspor.

Negara-negara di Asia Tenggara termasuk diantara yang paling terancam dampak perubahan iklim. Berdasarkan Global Climate Risk Index tahun 2021, lima negara ASEAN masuk dalam 10 teratas dari total 20 negara paling berisiko terdampak perubahan iklim.

Reporter: Abdul Azis Said

Untuk kelima kalinya, Indonesia didapuk menjadi Keketuaan ASEAN. Situasi dunia tahun ini yang belum kondusif tentu menjadi tantangan tersendiri dalam mengemban amanah tersebut. Persaingan kekuatan besar dunia yang meruncing mesti dikelola dengan baik agar konflik terbuka dan perang baru tidak muncul, terutama di Asia Tenggara.

Keketuaan Indonesia juga diharapkan menjadi pintu bagi ASEAN untuk berperan aktif dalam perdamaian dan kemakmuran di kawasan melalui masyarakat ekonomi ASEAN. Untuk itu, Indonesia hendak memperkuat pemulihan ekonomi dan menjadikan Asia Tenggara sebagai mesin pertumbuhan dunia yang berkelanjutan.

Simak selengkapnya di https://katadata.co.id/asean-summit-2023 untuk mengetahui setiap perkembangan dan berbagai infomasi lebih lengkap mengenai KTT Asean 2023.

#KatadataAseanSummit2023 #KalauBicaraPakaiData