Sri Mulyani Patok Defisit APBN Era Prabowo pada Rentang 2,45%-2,82%

Ferrika Lukmana Sari
20 Mei 2024, 15:55
Sri Mulyani
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/Spt.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan paparan dalam konferensi pers APBN KiTa di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Rabu (25/10/2023). Sri Mulyani menyebutkan realisasi APBN mengalami surplus sebesar Rp67,7 triliun hingga September 2023 atau setara 0,32 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan lebih tinggi bila dibandingkan dengan surplus APBN pada September 2022 yang tercatat sebesar Rp60,9 triliun.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menargetkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun anggaran 2025 berada pada rentang 2,45%-2,82% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Ini merupakan target defisit APBN di era pemerintahan Prabowo Subianto.

“Defisit fiskal diperkirakan berada pada kisaran 2,45%-2,82% PDB,” kata Sri Mulyani dikutip dari Antara, Senin (20/5). 

Sementara itu, pendapatan negara dipatok pada kisaran 12,14% hingga 12,36% dari PDB. Kebijakan optimalisasi pendapatan negara (collecting more) dilakukan dengan tetap menjaga iklim investasi dan bisnis serta kelestarian lingkungan.

Hal itu ditempuh melalui tiga cara yaitu pelaksanaan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang lebih sehat dan adil, perluasan basis pajak, dan peningkatan kepatuhan wajib pajak.

Adapun implementasi perluasan basis pajak mengacu pada Global Taxation Agreement, yakni melalui pemajakan korporasi multinasional yang melakukan transaksi lintas negara. Sementara peningkatan kepatuhan wajib pajak dilakukan dengan pengawasan berbasis wilayah, integrasi teknologi, dan penguatan sinergi antar instansi/lembaga.

Dia menekankan, bahwa pemerintah memberikan insentif fiskal secara terarah dan terukur pada berbagai sektor strategis dalam rangka mendukung akselerasi transformasi ekonomi.

Sedangkan penguatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) melalui optimalisasi pengelolaan sumber daya alam (SDA), perbaikan tata kelola, inovasi layanan publik, serta mendorong reformasi pengelolaan aset negara.

Di sisi lain, belanja negara diperkirakan pada kisaran 14,59% hingga 15,18% PDB. Dia berkata, kebijakan belanja negara diarahkan untuk penguatan belanja yang lebih baik.

"Hal ini ditempuh melalui efisiensi belanja nonprioritas, penguatan belanja produktif, efektivitas subsidi dan bansos, serta penguatan perlinsos yang berbasis pemberdayaan untuk akselerasi pengentasan kemiskinan dan kesenjangan," kata dia.

Selain itu, pihaknya juga akan melakukan pembenahan terhadap program subsidi dan bansos melalui peningkatan akurasi data, perbaikan mekanisme penyaluran, dan sinergi antar program yang relevan.

Pemerintah juga akan menguatkan sinergi dan harmonisasi kebijakan pusat dan daerah untuk kualitas belanja yang produktif dan mandiri. Upaya yang dilakukan untuk menutup defisit adalah mendorong pembiayaan yang inovatif, bijak, dan berkelanjutan.

Kemudian mendorong efektivitas pembiayaan investasi, memanfaatkan saldo anggaran lebih (SAL) untuk mengantisipasi ketidakpastian, peningkatan akses pembiayaan untuk masyarakat berpendapatan rendah (MBR) dan UMKM, serta mendorong kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) yang berkelanjutan.

Tak hanya soal defisit dan belanja negara, Sri Mulyani juga memastikan rasio utang pemerintah akan dikendalikan dalam batas terkelola di kisaran 37,98% hingga 38,71% terhadap PDB.

Reporter: Antara

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...