Harga gula masih merangkak naik dan kembali mencetak rekor pada hari ini mencapai Rp 15.480 per kg. Badan Pangan Nasional atau NFA menyatakan, akan kembali menaikkan Harga Pokok Pembelian atau HPP gula pada akhir tahun ini seiring kemungkinan berlanjutnya kenaikan harga.
Kepala NFA Arief Prasetyo Adi mengatakan impor gula konsumsi tersebut bertujuan untuk menekan harga gula yang diproyeksi naik pada akhir tahun secara historis. Bapanas juga sempat menaikkan HPP gula konsumsi pada pertengahan 2023 menjadi Rp 12.500 per Kg.
"Karena nilai tukar rupiah kita sudah Rp 15.600 per dolar Amerika Serikat, pastinya akan ada kenaikan harga pokok pembelian," kata Arief kepada Katadata.co.id, Jumat (6/10).
Arief menjelaskan, mayoritas impor gula konsumsi tersebut bertujuan untuk memenuhi Cadangan Pangan Pemerintah. Pada akhirnya, gula CPP tersebut akan digelontorkan ke pasar untuk menstabilisasi harga gula di dalam negeri.
Ia menjelaskan, ada beberapa faktor yang akan diperhatikan dalam merevisi HPP, antara lain pasokan gula di dalam negeri, kemampuan produksi gula domestik, dan harga gula internasional. NFA mendata, harga gula konsumsi telah mencapai Rp 15.440 per kilogram (Kg) hari ini, Jumat (6/10). Angka tersebut lebih tinggi 8,19% dari harga gula pada periode yang sama tahun lalu senilai Rp 12.620 per Kg.
Harga gula tertinggi hari ini, Rabu (6/10), dapat ditemukan di Papua atau mencapai Rp 19.210 per kg, sedangkan harga terendah di Jawa Timur senilai Rp 14.450 per Kg. Ini artinya, hanya Jawa Timur yang memiliki harga gula di bawah Harga Acuan Pembelian tingkat konsumen senilai Rp 14.500 per Kg.
Di sisi lain, Index Mundi mendata harga gula internasional telah naik 28,57% secara tahun berjalan menjadi US$ 0,54 per Kg. Pada saat yang sama, Bank Indonesia mendata nilai tukar rupiah naik sembilan poin secara tahun berjalan menjadi Rp 15.601.
"Untuk stabilisasi harga gula di dalam negeri memang diperlukan penugasan impor," kata Arief
Arief mengingatkan, perubahan HPP gula konsumsi sebelumnya melibatkan beberapa pihak, seperti Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia, pedagang pasar, Asosiasi Gula Indonesia, dan cabang pemerintahan lainnya.
Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia Frans Marganda Tambunan sebelumnya mengatakan, impor gula konsumsi dilakukan untuk menjaga harga di pasar domestik. Perusahaan pangan pelat merah ini juga berencana menjaga stok gula pemerintah untuk mengantisipasi lonjakan harga di perpindahan tahun 2023/2024.
Menurut dia, kenaikan harga gula konsumsi saat ini, antara lain disebabkan oleh mulai berakhirnya asa penggilingan tebu. Frans berencana untuk menyiapkan stok penyangga gula konsumsi di dalam negeri agar harga gula konsumsi domestik tidak terus menanjak.
"Kalau makin ke ujung tahun itu potensi kenaikan harga gula konsumsi makin tinggi, karena musim giling tebu sudah selesai. Antisipasi kami adalah tidak menghabiskan stok yang dimiliki," kata Frans kepada Katadata.co.id, Rabu (4/10).
Frans menjelaskan kenaikan harga gula konsumsi saat ini juga dipicu oleh pemerintah. Untuk diketahui, Badan Pangan Nasional atau NFA telah menaikkan Harga Acuan Pemerintah atau HAP gula konsumsi di tingkat konsumen dari Rp 13.500 kilogram (Kg) menjadi Rp 14.500 per Kg.
Kenaikan tersebut terjadi akibat HAP gula konsumsi di tingkat petani dinaikkan NFA dari Rp 11.500 per Kg menjadi Rp 12.500 per Kg. Kenaikan HAP gula konsumsi tersebut diatur dalam Peraturan Badan Pangan Nasional No. 17-2023
"Namun sekarang di akhir masa giling harga gula konsumsi di tingkat petani sudah sampai Rp 13.400 per Kg," katanya.
Frans menyatakan pemerintah telah meramalkan kenaikan harga gula konsumsi di pasar akibat beleid tersebut. Menurutnya, pemerintah memproyeksikan kenaikan harga gula konsumsi di pasar dapat mencapai 15%. "Kenaikan harga gula konsumsi di pasar masih di bawah 15% dari HAP. Kami antisipasi itu di awal tahun ini," ujarnya.