Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah mengingatkan pemerintah agar pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) memiliki pendanaan yang seimbang antara APBN, Perjanjian Kerja Badan Usaha (KPBU), dan investasi swasta.
Said menambahkan, hingga tahun 2024 nanti, pembangunan IKN melalui APBN akan mencapai Rp 75,4 triliun atau 16,1% dari total anggaran. Sehingga dikhawatirkan akan membebani APBN dan minat swasta masuk ke IKN berkurang.
"IKN baru tiga tahun sejak diundangkan, (tapi) rencana penggunaan anggaran dari APBN sudah mencapai 16,1%, padahal ini proyek jangka panjang," kata Said dalam keterangan resmi, Kamis (28/12).
Untuk itu, Said menyarankan, agar pemerintah memiliki rencana berjangka panjang. Melalui program pendanaan yang berimbang antara APBN, KPBU, dan swasta.
Secara umum, pendanaan IKN berasal dari tiga sumber. Pertama, dari APBN, kedua pemanfaatan atau pemindahtanganan Barang Milik Negara (BMN), serta investasi swasta.
“Selaku Ketua Badan Anggaran di DPR, bahwa direncanakan pendanaan IKN bersumber dari APBN dan sumber lainnya yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sebagaimana yang diatur oleh Undang-Undang No 3 tahun 2022 tentang IKN,” ujarnya.
Adapun rencana total Anggaran IKN sebesar Rp 466 triliun dengan tiga indikasi pendanaan. Yaitu berasal dari APBN Rp 90,4 triliun, badan usaha atau swasta Rp 123,2 triliun, dan KPBU Rp 252,5 triliun.
Masih Bebani APBN
Dengan jumlah tersebut, proporsi penggunaan APBN mencapai sekitar 20% dan sisanya merupakan kontribusi dunia usaha. Sehingga sebagian besar dana IKN masih ditanggung APBN.
Tercatat realisasi APBN untuk IKN pada 2022 sebesar Rp 5,5 triliun, tahun 2023 dianggarkan Rp 29,3 triliun dan rencana alokasi APBN tahun 2024 sebesar Rp 40,6 triliun. "Jadi sampai tahun 2024 nanti penggunaan APBN direncanakan Rp 75,4 triliun,” kata dia.
Sedangkan untuk investasi sektor swasta masih pada tahap komitmen dan belum ada investasi yang riil. Misalnya, investasi sektor swasta sebesar Rp 45 triliun masih Letter of Intent (LoI), atau sebatas pernyataan komitmen dan belum dalam bentuk investasi.
Namun ia merasa belum adanya realisasi konkret kucuran investasi swasta dan yang bersumber dari BMN dalam pembangunan IKN. "Selain itu, skema KPBU [juga belum ada realisasi] dan lagi-lagi saya khawatir APBN juga nanti yang menanggungnya," ujarnya.
Investasi Asing Masuk Rp 50 Triliun
Menteri Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan, bahwa sudah banyak perusahaan yang berinvestasi di IKN termasuk dari luar negeri yang nilainya investasinya mencapai Rp 50 triliun.
"Yang dari luar Indonesia sekarang sudah deal investasi dan sudah masuk sekitar kurang lebih Rp 50 triliun," kata Bahlil
Bahlil menjabarkan bahwa investasi asing tersebut berasal dari perusahaan-perusahaan di Asia dan Eropa yang bergerak di sektor jasa, seperti perhotelan, mal, sarana pendidikan, dan rumah sakit.
Meski demikian, kata dia, investasi asing tersebut baru akan masuk pada kluster kedua setelah semua infrastruktur penunjang sudah selesai.
"Itu infrastrukturnya harus diselesaikan dahulu. Jadi, kluster pertama kebijakan kami adalah memprioritaskan investasi dalam negeri, mereka (investasi asing) masuk di kluster kedua," katanya.
Selain investasi dari negara luar, IKN juga diminati oleh investor dari dalam negeri. Tercatat beberapa perusahaan besar seperti Mayapada dan Agung Sedayu Grup telah menanamkan investasinya di Ibu Kota Nusantara.
"Memang benar ada Agung Sedayu Grup, Mayapada. Agung Sedayu bahkan sudah 40%-50% (progres pembangunan) hotel bintang lima. Kemudian ada juga rumah sakit dan sport center," ujarnya.