Strategi Anies, Ganjar dan Prabowo Tangani Utang Luar Negeri RI

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc.
Capres nomor urut dua Prabowo Subianto (kiri) menyampaikan pendapat disaksikan capres nomor urut satu Anies Baswedan (kanan), dan capres nomor urut tiga Ganjar Pranowo saat adu gagasan dalam debat ketiga Pilpres 2024 di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (7/1/2024). Debat kali ini bertemakan pertahanan, keamanan, hubungan internasional, globalisasi, geopolitik, dan politik luar negeri.
8/1/2024, 16.33 WIB

Tiga calon presiden mengungkapkan sejumlah strategi untuk menangani utang luar negeri Indonesia. Hal ini diungkapkan mereka dalam Debat Capres Ketiga di Istora Senayan, Jakarta pada Minggu (7/1). 

Capres nomor urut 2, Prabowo Subianto menyebut, tingkat utang luar negeri Indonesia masih aman, yang tercermin dari tingkat rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar 40%.

Selain itu, kata dia, rasio utang luar negeri Indonesia terhadap PDB masih menjadi salah satu yang terendah di dunia. "Jadi masih sekitar 40% dan banyak negara jauh di atas kita," ujar Prabowo.

Dengan kondisi tersebut, dia mendorong manajemen utang harus prudent dengan pengelolaan yang baik. Hal ini dibarengi dengan strategi ekonomi yang tepat, terutama dalam menyasar sektor hilirisasi.

Melalui hilirisasi, bagi Prabowo, akan memperkuat posisi tawar Indonesia dengan negara lain. Sehingga, dia tidak terlalu khawatir negara lain mau intervensi mengenai utang tersebut.

"[Dengan] hilirisasi, kita bisa mendapatkan keuntungan sebagai bangsa, perkuat posisi tawar kita. Saya, tak terlalu khawatir negara lain intervensi kita soal utang. Kita sangat dihormati tak pernah default dan gagal utang," ujar dia.

Selain itu, Prabowo mengusulkan, agar Indonesia memiliki sistem ketahanan yang kuat sehingga tidak bisa diintervensi negara lain. Sebab, dengan ketahanan tersebut Indonesia akan dihormati.

"Kita amankan kekayaan kita, amankan ekonomi kita, amankan pembangunan kita menuju Indonesia makmur, Indonesia kaya," ujar Prabowo.

Anies Soroti Utang Akan Intervensi Kedaulatan RI

Berbeda dengan Prabowo, Capres nomor urut 1 Anies Rasyid Baswedan justru khawatir utang luar negeri akan berisiko terhadap kedaulatan Indonesia. Sehingga, harus ada batas aman antara utang negara berkembang dan menengah seperti Indonesia.

Apalagi, rasio utang negara berkembang dan negara maju berbeda. Sehingga, ia menyarankan ada proporsi yang ideal untuk utang Indonesia.

"Kalau hanya mengatakan utang kita termasuk yang terbaik, berapa angkanya. Menurut hemat kami, [rasio] utang kira harus maksimal berada di angka 30% dari GDP sehingga kita aman di bawah 30%," ujar Anies.

Dengan begitu, utang tetap dapat dilakukan dengan memperhatikan beberapa kondisi. Pertama, menata utang. Kedua, memperbesar GDP dan mengembangkan skema-skema yang lebih kreatif dalam mencari utang luar negeri, termasuk melibatkan swasta.

Selain itu, perlu mengurangi kebocoran pajak dalam pengelolaan utang. Dengan memastikan perluasan wajib pajak sehingga dapat memperkuat rasio GDP. Kemudian dibarengi penggunaan utang di sektor-sektor produktif.

"Jangan sampai utang, digunakan untuk kegiatan non produktif. Misalnya, utang dipakai untuk membeli alutsista bekas oleh Kemenhan. Itu bukan sesuatu yang tepat," katanya.

Ganjar Singgung Utang Belanja Pertahanan

Sementara capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo menilai utang bisa mematikan, sehingga berutang harus hati-hati, terutama pada infrastruktur yang mempunyai risiko tinggi.

"Musti hitung betul, musti prudent betul, karena ini yang pernah dilakukan negara lain dan membikin negara kolaps karena utang," kata Ganjar.

Jika terkait pertahanan, maka harus dikuatkan industri dalam negeri. Artinya, pemerintah harus mendorong pertumbuhan ekonomi 7% dengan tata kelola yang baik sehingga indeks icore bisa turun 4%.

"Jika ini tidak dilakukan, maka tidak akan tumbuh ekonomi di tempat kita. Doing business perlu dilakukan," ujar Ganjar.

Pemerintah Pastikan Utang RI Masih Aman

Utang pemerintah tercatat sudah mencapai Rp 8.041 triliun hingga akhir tahun 2023. Kendati sudah melonjak tinggi, pemerintah menilai angka tersebut masih berada dalam batas aman.

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Suminto menekankan agar utang jangan hanya dilihat dari sisi nominal. Namun juga dilihat dari berbagai indikator portofolio utang, termasuk risiko utang.

Indikator lainnya, adalah rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Dengan rasio utang RI terhadap produk PDB berada di level 38,11%, maka masih jauh dari batas rasio utang berdasarkan UU Keuangan Negara yang mengamanatkan tidak boleh lebih dari 60%.

"Per akhir November ada di 38,11%. Turun dari posisi Desember 2022 sebesar 39,7% dan puncaknya saat pandemi pada Desember 2021 yaitu 40,7%," jelas Suminto dalam konferensi pers realisasi APBN 2023 di Jakarta (2/1).

Demikian juga indikator risiko lain mengalami peningkatan. Misalnya dari sisi currency risk, proporsi utang RI dalam bentuk valas juga terus menurun.

Sebelum pandemi Covid-19, outstanding utang pemerintah terhadap mata uang asing atau foreign currency sebesar 37,9% dan mencapai 41% pada 2018. Sementara hingga November 2023, outstanding utang pemerintah terhadap foreign currency hanya 27,5%.

Dengan demikian, dari sisi currency risk dinilai sudah lebih baik. Sementara refinancing risk, average time to maturity atau rata-rata tenor dari utang pemerintah juga cukup panjang sekitar 8,1 tahun.

"Dari sisi market risk yang lain, risiko suku bunga di mayoritas utang pemerintah sekitar 82% juga fix rate sehingga tidak terlalu sensitif terhadap gerakan suku bunga yang ada di market,” ujar Suminto.

Reporter: Zahwa Madjid