Presiden RI Joko Widodo menekankan rasio utang negara saat ini masih dalam kondisi baik dan tidak melanggar ketentuan undang-undang yang diperbolehkan hingga 60% terhadap produk domestik bruto (PDB).
"Undang-undang kan memperbolehkan sampai maksimal 60%, dan kita juga harus melihat bahwa utang kita dibanding dengan gross domestic product (GDP) itu masih pada kondisi baik dan aman, masih di bawah 40%," kata Jokowi dikutip dari Antara, Selasa (9/1).
Jokowi menekankan, bahwa penyelenggaraan pemerintahan serta kehidupan berbangsa serta bernegara semuanya mengacu pada undang-undang. Misalnya, rasio utang terhadap PDB yang terjadi saat ini, masih berada dalam koridor undang-undang.
"Ingat, di negara besar itu sudah ada yang 260%, ada yang 220%. Ada yang di tetangga kita, enggak saya sebut negaranya, 120%, ada yang 66%," ujar Jokowi.
Jokowi menilai yang paling penting adalah utang harus dipakai untuk kepentingan-kepentingan produktif dan bisa memberikan keuntungan kembali kepada negara sehingga pemerintah bisa membayarnya.
"Dengan adanya kenaikan GDP kita, dari tahun ke tahun, periode ke periode, saya kira yang paling penting itu," katanya.
Anies Pertanyakan Rasio Utang Ideal ke Prabowo
Dalam Debat Capres Ketiga di Jakarta, Minggu (7/1) malam, Capres nomor urut 1 Anies Rasyid Baswedan khawatir terhadap utang luar negeri Indonesia akan berisiko terhadap kedaulatan. Sehingga, harus ada batas aman antara utang negara berkembang dan menengah seperti Indonesia.
Apalagi, rasio utang negara berkembang dan negara maju berbeda. Sehingga, ia menyarankan ada proporsi yang ideal untuk utang Indonesia.
"Kalau hanya mengatakan utang kita termasuk yang terbaik, berapa angkanya. Menurut hemat kami, [rasio] utang kira harus maksimal berada di angka 30% dari GDP sehingga kita aman di bawah 30%," ujar Anies.
Calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto mempertanyakan pernyataan Anies tersebut
Prabowo menyebut, Arab Saudi dan Rusia memang memiliki rasio utang terhadap PDB yang lebih rendah daripada Indonesia. Hal itu juga tak terlepas dari faktor kekayaan sumber daya alam yang luar biasa di dua negara tersebut.
Selain itu, tingkat utang luar negeri Indonesia masih aman, yang tercermin dari tingkat rasio utang terhadap PDB sekitar 40%. Kemudian rasio utang terhadap PDB masih menjadi salah satu yang terendah di dunia.
"Jadi masih sekitar 40% dan banyak negara jauh di atas kita," ujar Prabowo.
Pemerintah Pastikan Utang RI Masih Aman
Utang pemerintah tercatat sudah mencapai Rp 8.041 triliun hingga akhir tahun 2023. Kendati sudah melonjak tinggi, pemerintah menilai angka tersebut masih berada dalam batas aman.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Suminto menekankan agar utang jangan hanya dilihat dari sisi nominal. Namun juga dilihat dari berbagai indikator portofolio utang, termasuk risiko utang.
Indikator lainnya, adalah rasio utang terhadap PDB. Dengan rasio utang RI terhadap produk PDB berada di level 38,11%, maka masih jauh dari batas rasio utang. Hal ini berdasarkan UU Keuangan Negara yang mengamanatkan rasio utang tidak boleh lebih dari 60% terhadap PDB.
"Per akhir November ada di 38,11%. Turun dari posisi Desember 2022 sebesar 39,7% dan puncaknya saat pandemi pada Desember 2021 yaitu 40,7%," jelas Suminto dalam konferensi pers Kinerja dan Realisasi APBN 2023 di Jakarta (2/1).
Demikian juga indikator risiko lain mengalami peningkatan. Misalnya dari sisi currency risk, proporsi utang RI dalam bentuk valas juga terus menurun. Sebelum pandemi covid-19, outstanding utang terhadap mata uang asing atau foreign currency sebesar 37,9% dan mencapai 41% pada 2018.
Sementara hingga November 2023, outstanding utang pemerintah terhadap foreign currency hanya 27,5%. Dengan demikian, dari sisi currency risk sudah lebih baik. Lalu refinancing risk, average time to maturity atau rata-rata tenor dari utang pemerintah juga cukup panjang sekitar 8,1 tahun.
"Dari sisi market risk yang lain, risiko suku bunga di mayoritas utang pemerintah sekitar 82% juga fix rate sehingga tidak terlalu sensitif terhadap gerakan suku bunga yang ada di market,” ujar Suminto.