Kenaikan Gaji PNS Akan Bebani APBN, Ini Sebabnya

ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/tom.
Sejumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) mengikuti apel pertama awal tahun di Lapangan Tegar Beriman, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (2/1/2024). Presiden Joko Widodo resmi mengumumkan kenaikan gaji PNS 2024 sebesar 8 persen dan pensiunan sebesar 12 persen.
2/2/2024, 13.52 WIB

Kenaikan gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebesar 8% dikhawatirkan bisa membebani Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Untuk tahun ini saja, pemerintah gelontorkan anggaran belanja pegawai Rp 484,4 triliun, termasuk untuk bayar kenaikan gaji PNS.

Nilai itu meningkat 12,01% yoy dibandingkan outlook 2023 sebesar Rp 432,45 triliun. Bahkan alokasi belanja pegawai era pemerintahan Jokowi ini mencapai 14,56% dari total APBN 2024 sebesar Rp 3.325,1 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani bahkan mengalokasikan, anggaran kenaikan gaji PNS, TNI/Polri dan pensiunan sebesar Rp 52 triliun pada tahun ini. Alokasi anggaran ini mencakup Rp 9,4 triliun untuk kenaikan gaji PNS pemerintah pusat, Rp 25,8 triliun untuk PNS pemerintah daerah, dan Rp 17 triliun untuk kenaikan pensiunan.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, anggaran dari belanja pegawai ini sudah sangat besar, dan ini cukup menjadi beban, bukan hanya APBN tapi juga produktivitas ekonomi, karena anggaran belanja pegawai ini seharusnya bisa diturunkan.

"Paling tidak, kenaikannya tidak terlalu tinggi karena adanya bantuan dari teknologi. Pemerintah punya ratusan ribu aplikasi digital yang seharusnya bisa membantu menurunkan jumlah tenaga secara fisik," kata Bhima kepada Katadata.co.id, Jumat (2/2).

Selain itu, kenaikan ini berkontradiksi dengan biaya investasi, yang terus dikeluarkan untuk digitalisasi pemerintahan. Hal ini bertolak belakang dengan semangat reformasi birokrasi, yang seharusnya membuat birokrasi semakin ramping, efisien dan efektif.

Kondisi ini tercermin dari proses penyerapan anggaran yang belum baik. Bhima melihat, siklus anggaran pemerintah cenderung tidak berubah. "Jadi banyak program yang ditumpuk di akhir tahun dan masih begitu juga. Jadi ini salah satu pekerja rumah dari reformasi birokrasi," kata Bhima.

Pangkas Anggaran Rapat dan Perjalanan

Dia juga menyoroti APBN dalam kondisi yang defisit dan ini membutuhkan rasionalisasi atau penyesuaian anggaran, bukan hanya dari gaji, tetapi juga biaya perjalanan dinas, rapat, insentif dan tunjangan.

"Gaji PNS memang baru dinaikan, pada saat jelang Pemilu. Ada faktor politisnya, tapi kalau soal perjalanan dinas, biaya rapat-rapat, ini masih banyak ditemukan di pos-pos anggaran, kementerian/lembaga. Salah satunya di Kementerian Pendidikan,"ujarnya.

Menurut Bhima, masih banyak anggaran belanja untuk rapat dan perjalanan dinas yang seharusnya bisa dipangkas. Selain itu, dia menyoroti bengkaknya belanja pegawai berbanding terbalik dengan produktivitas ekonomi.

Sebab, uang yang seharusnya masuk ke belanja modal untuk stimulus infrastruktur dalam industri, tapi justru masuk ke anggaran belanja pegawai dan sebagian dibiayai oleh utang. Hal ini menyebabkan struktur APBN menjadi kurang produktif.

Menjadi Beban bagi Perekonomian

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institut for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menyebut, kenaikan gaji PNS sebesar 8% merupakan yang pertama kalinya di pemerintahan Jokowi.

"Kenaikan rasio belanja total APBN akan semakin besar, membuat beban [negara] juga semakin besar. Jadi rasio tinggi belanja pegawai menjadi beban bagi perekonomian," kata Tauhid.

Mengantisipasi beban negara yang makin besar, Tauhid menyarankan agar kenaikan gaji PNS tidak dilakukan setiap tahun. Kemudian dibarengi kebijakan moratorium atau zero growth.

"Perekrutan pegawai baru bisa dilakukan jika ada yang pensiun. Jika ada yang pensiun, bisa ditambah dengan pegawai baru untuk menggantikannya dan ini untuk menekan kenaikan belanja pegawai," ujarnya.

Selain itu, bisa mencontoh Inggris. Untuk menekan pengeluaran, pemerintah bisa melakukan pemotongan gaji di struktur di atas, seperti pejabat tertinggi dan pegawai BUMN melalui penyesuaian tunjangan mereka dengan porsi gaji pokok tetap.

Reporter: Ferrika Lukmana Sari