Menimbang Untung Rugi RI Gabung Keanggotaan OECD

X/@OECD
Kantor Pusat OECD
23/2/2024, 07.07 WIB

Sejumlah ekonom mengungkapkan, apa saja untung rugi jika Indonesia tergabung dalam keanggotaan Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan ekonomi atau Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

Apalagi, Indonesia baru saja mengantongi persetujuan sebagai kandidat anggota OECD. Melalui organisasi ini, Indonesia berharap besar bisa mendorong perekonomian nasional dan mengubah status Indonesia sebagai negara maju.

Menanggapi hal itu, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyebut, keanggotaan OECD pada dasarnya bermanfaat bagi branding Indonesia di mata investor seiring dengan citra OECD sebagai organisasi internasional yang terbuka. Data OECD yang cenderung terbuka juga akan menarik minat investor global ke Indonesia.

"Tidak hanya itu, para pemangku kebijakan juga berpeluang untuk mendapatkan knowledge transfer dari negara maju sehingga mampu memudahkan proses reformasi struktural ke depannya," kata Josua kepada Katadata.co.id, Kamis (22/2).

Namun sebelum bergabung, Indonesia perlu mengoptimalkan kebijakan yang diambil berdasarkan data dan fakta atau evidence-based policy (EBP) terlebih dahulu, karena tanpa kerangka kebijakan tersebut, benefit yang diperoleh Indonesia cenderung terbatas.

Apalagi, kata Josua, keanggotaan dari OECD sangat tergantung bagaimana kebijakan Indonesia bisa fokus pada prioritas-prioritas OECD, seperti pertumbuhan inklusif, kesehatan, dan juga tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG).

"Bila arah kebijakan Indonesia ke depannya berfokus ke arah sana, maka keanggotaan Indonesia di OECD dapat lebih cepat terwujud," ujar Josua.

Akan Pangkas Banyak Aturan Perda dan UU

Tak berbeda, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira juga menyebut, pendaftaran Indonesia sebagai anggota OECD banyak memberi manfaat yang sejalan dengan upaya Indonesia lepas dari jebakan negara berpendapatan menengah. Tapi banyak hal yang harus disiapkan.

"Bergabung dengan OECD banyak aturan yang harus di sinkronisasi dengan standar OECD. Banyak aturan Perda dan UU yang harus diliberalisasi terutama soal perizinan, persaingan usaha dan perdagangan," kata Bhima.

Sehingga, Bhima mengkhwatirkan, hal ini bisa jadi blunder karena UU Cipta kerja saja sudah liberal, maka dengan bergabung ke OECD makin terbuka perdagangan Indonesia dan memperkecil perlindungan terhadap UMKM. Brazil bahkan harus melakukan harmonisasi lebih dari 200 aturan ketika berminat gabung dengan OECD.

Tapi sisi positifnya, OECD juga mewajibkan negara anggota meningkatkan penegakan hukum terutama pemberantasan korupsi dan penghindaran pajak lintas negara. Selain itu, Indonesia juga diminta memperketat perlindungan terkait lingkungan hidup dan mempercepat transisi energi.

Menurut Bhima, beberapa standar yang diadopsi dari OECD bisa memperkuat posisi Indonesia di tingkat global dan lebih terbuka bagi peluang investasi berkualitas dari negara maju. Sehingga OECD akan menjadi prasyarat bahwa untuk menjadi negara maju, perlu adanya persamaan standar terlebih dahulu.

"Indonesia mungkin bisa belajar banyak dari OECD terkait bagaimana mempersiapkan struktur ekonomi yang lebih baik, misalnya penguatan kapasitas industri manufaktur dan teknologi," kata Bhima.

Memberi Keuntungan Geopolitik

Ekonom Senior Institut for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad justru menilai, bergabungnya Indonesia sebagai anggota OECD tidak memberikan manfaat secara langsung baik untuk investasi, perdagangan maupun ekonomi.

"Jika memberi manfaat besar, kenapa Singapura nggak masuk, Malaysia juga nggak masuk. Karena tidak ada dampak langsung jika ikut organisasi itu," kata Tauhid.

Selain itu, menurut Tauhid, Indonesia juga punya kewajiban untuk membayaran iuran sebagai anggota OECD setiap tahun. Iuran tersebut untuk biaya operasional, gaji pegawai OECD, dan sebagainya.

Meski demikian, Indonesia bisa diuntungkan dalam kerja sama geopolitik antar negara. Misalnya saja, dapat membantu diplomasi atau meningkatkan posisi tawar Indonesia dalam perdagangan.

"Nggak terlalu signifikan manfaatnya, tapi gagah aja kalau diterima karena dianggap negara maju. Dampaknya lebih ke geopolitik aja, misalnya Indonesia berhadapan dengan Eropa terkait ekspor sawit. Lebih bisa membantu," kata Tauhid.

Namun di sisi lain, Indonesia bisa menjadi alat bagi negara maju untuk menekan negara berkembang dalam berbagai kesepakatan. Terlebih, analisis kebijakan dan implementasi ekonomi negara maju lebih baik.

"Negatifnya, karena kita negara berkembang, banyak energi yang dikeluarkan. Kita tidak mampu mengejar itu semua," ujarnya.

Seperti diketahui, OECD merupakan organisasi internasional yang memiliki misi untuk mewujudkan ekonomi global yang kuat, bersih dan berkeadilan. Lembaga ini juga membantu mengatasi berbagai masalah global dengan mencari solusi kebijakan bersama. 

Hingga saat ini, OECD memiliki 38 negara anggota, yang sebagian besar negara maju dan memiliki kekuatan besar di dunia seperti Amerika Serikat (AS), Australia, negara-negara Eropa, Jepang hingga Korea Selatan.

Reporter: Ferrika Lukmana Sari