Sebagian besar bank sentral di Asia Pasifik belum memberi sinyal untuk menurunkan suku bunga acuan dalam waktu dekat. Hal ini disebabkan karena sejumlah bank sentral masih menunggu keputusan suku bunga dari bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed).
Berdasarkan riset S&P Global Ratings, sebagian besar bank sentral ingin menghindari potensi arus modal keluar dan gejolak mata uang dengan menurunkan suku bunga secara signifikan menjelang putusan bank sentral AS.
Kebijakan suku bunga riil yang tinggi akan menghambat permintaan dan karena kemungkinan besar akan memperkuat alasan penurunan suku bunga. Tercatat suku bunga kebijakan riil di sejumlah negara berada di atas 3% seperti di Indonesia, Filipina, dan Thailand.
“Kami memperkirakan beberapa bank sentral di Asia-Pasifik akan mulai menurunkan suku bunga dalam beberapa bulan ke depan meskipun The Fed menunda penurunan suku bunga pertamanya,” dalam riset S&P Global dikutip Rabu (27/3).
Dengan kondisi tersebut, S&P Global Ratings memperkirakan penurunan suku bunga hingga 75 bps akan terjadi di India, Indonesia, Selandia Baru, dan Filipina pada tahun ini.
“Sejalan dengan proyeksi kami terhadap kebijakan suku bunga AS, kami memperkirakan pergerakan ini akan terjadi pada paruh kedua tahun ini,” ujarnya.
Proyeksi Suku Bunga di India, Australia dan Jepang
Dalam riset itu menyebutkan, bahwa India sedangkan menghadapi peningkatan inflasi dan defisit fiskal. Sehingga, keputusan suku bunga The Fed akan menjadi landasan bagi Bank of India untuk mulai menurunkan suku bunga.
Namun kejelasan yang lebih besar mengenai jalur disinflasi dapat mendorong keputusan suku bunga setidaknya hingga Juni 2024, atau bahkan lebih lama lagi. Disinflasi merupakan situasi di mana tingkat harga naik pada tingkat pertumbuhan yang lebih lambat.
Sementara Australia, tengah menghadapi tekanan inflasi inti yang masih tinggi pada awal tahun 2024. “Kami memperkirakan penurunan pertama akan terjadi pada akhir tahun 2024. Kemungkinan kenaikan suku bunga kebijakan lainnya telah menurun namun tidak dapat dikesampingkan,” tulis riset tersebut.
Sementara bank sentral Jepang, Bank of Japan (BOJ) menaikkan suku bunga di antara 0% dan 0,1% dari sebelumnya-0,1%. Ini merupakan kenaikan pertama sejak awal tahun 2007. Negara ini tengah menghadapi pelemahan ekonomi dan penurunan inflasi.
Namun, dalam negosiasi upah baru-baru ini, serikat pekerja dan sejumlah perusahaan besar sepakat untuk memperkirakan pertumbuhan upah sebesar 5,3%. Angka tersebut cukup tinggi bagi BOJ untuk bergerak pada tahun 2023, di mana metrik pertumbuhan upah ini adalah sebesar 3,6%.
BOJ juga melonggarkan pengaturan atas pengendalian kurva imbal hasil. Hal ini menghapus batas atas imbal hasil obligasi pemerintah dengan tenor 10 tahun. Namun, bank sentral akan melakukan respons cepat seperti peningkatan jumlah pembelian JBG jika terjadi kenaikan suku bunga jangka panjang secara cepat.
“Kami memperkirakan kenaikan suku bunga Jepang lebih lanjut di tahun-tahun mendatang. Dengan perubahan bertahap dalam perilaku penetapan harga dan upah di Jepang," dalam riset tersebut.
S&P Global Ratings memproyeksikan inflasi jangka menengah di Jepang akan berada di level 1,5%-2% dan mendukung kebijakan suku bunga yang positif. Meski demikian, suku bunga Jepang diperkirakan akan tetap lebih rendah dibandingkan negara-negara maju lainnya.