Konsumsi Lebaran Lesu, Pertumbuhan Ekonomi Kuartal I 2025 Diramal Mentok 5,03%

Ringkasan
- Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) memperkenalkan mobil konsep Kijang Innova Zenix Hybrid Flex Fuel Vehicle (FFV) sebagai persiapan adopsi energi terbarukan, khususnya etanol.
- Kijang Innova Zenix Hybrid FFV menggunakan mesin hibrida yang dapat beroperasi dengan campuran bensin dan etanol, serta etanol 100%, menghasilkan emisi gas rumah kaca lebih rendah.
- Produksi massal Kijang Innova Zenix Hybrid FFV bergantung pada kesiapan infrastruktur, regulasi, kebijakan harga, insentif, dan ketersediaan etanol sebagai bahan bakar alternatif.

Center of Economics and Law Studies atau Celios memprediksi kondisi ekonomi di momen Ramadan dan Lebaran Idulfitri 2025 lesu dibandingkan tahun-tahun sebelumnya karena proyeksi perputaran uang yang melemah. Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira mengatakan, kondisi tersebut akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2025 yang diprediksi hanya dapat mencapai 5,03%.
Bhima menjelaskan, tambahan PDB dari momen Lebaran pada tahun ini akan menyusut dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. “Berdasarkan modelling yang dilakukan Celios pada 2024, tambahan PDB akibat adanya momen Ramadan dan Hari Raya Idulfitri mencapai Rp 168,55 triliun. Sedangkan pada 2025 hanya Rp 140,74 triliun atau turun 16,5%,” kata Bhima dalam pernyataan tertulisnya, Jumat (28/3).
Bhima memperkirakan, tambahan pendapatan yang diperoleh pengusaha selama momen Ramadan dan Lebaran tahun ini hanya mencapai Rp 84,19 triliun, turun dibandingkan tahun lalu Rp 100,83 triliun.
Indikator lain yang memotret pelemahan daya beli masyarakat adalah menurunnya porsi simpanan perorangan yang hanya mencapai 46,4% terhadap total dana pihak ketiga atau DPK. Porsi simpanan perorangan pada periode Jokowi-Jusuf Kalla mencapai 58,5%, sedangkan pada era Jokowi-Maruf Amin sebesar 57,4%.
Bhima menilai, merosotnya porsi tabungan perorangan mengindikasikan kondisi masyarakat yang cenderung bertahan hidup dengan menguras simpanan karena upah riil terlalu kecil, tunjangan berkurang, dan ancaman PHK masih berlanjut.
“Dengan berbagai indikator perekonomian tersebut, Celios memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal I tahun 2025 hanya 5,03 persen secara tahunan. Angka ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi triwulan I 2024 yang mencapai 5,11%,” kata Bhima.
Penyebab Perputaran Uang Saat Lebaran Lemah
Ekonomi RI pada awal 2025 menantang karena masifnya pemutusan hubungan kerja alias PHK. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, sebanyak 18.610 orang terkena PHK pada Januari hingga Februari 2025.
Jumlah tersebut naik lebih dari dua kali lipat dibandingkan periode yang sama pada 2024. Bahkan, jika mengacu data Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia atau KSPI, sudah ada 60 ribu buruh terkena PHK dari 50 perusahaan.
Kondisi PHK yang masif membuat kinerja konsumsi melemah, dengan salah satu indikatornya adalah Indeks Keyakinan Konsumen alias IKK. Direktur Ekonomi Celios, Nailul Huda pada Januari 2025 terjadi penurunan IKK hingga 0,4% secara bulanan dibandingkan IKK Desember 2024.
“Situasinya cukup anomali. Jika kita mengacu pada periode 2022 hingga 2024, biasanya terjadi kenaikan IKK di bulan Januari karena ada optimisme konsumen di awal tahun. Kondisi keyakinan konsumen melemah juga terjadi di Februari 2025,” ujar Huda.
Selain itu, angka Indeks Penjualan Riil atau IPR pada Januari 2025 turun. Huda menjelaskan angka IPR pada Desember 2024 mencapai 222 poin dan angka IPR turun menjadi 211,5 pada Januari 2025.
“Jika kita tengok pergerakan di Desember 2023 ke Januari 2024 masih bergerak positif. Konsumen yang tidak yakin akan perekonomian 2025, mendorong penjualan eceran kita juga turun. Akibatnya, daya beli masyarakat kian terperosok di awal 2025.” Kata Huda.
Dengan kondisi ini, Huda mengatakan perputaran uang di momen Ramadan dan Idulfitri 2025 akan melemah dibandingkan dengan tahun lalu. Huda mengatakan, tambahan jumlah uang yang beredar dalam artian sempit di momen tersebut minus 16,5% dibandingkan momen yang sama pada 2024.
“Tambahan uang beredar hanya di angka Rp 114,37 triliun. Sedangkan pada 2024, tambahan uang beredar ketika momen Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri mencapai Rp 136,97 triliun,” ujar Huda.
Fenomena Deflasi Jelang Lebaran 2025
Riset terbaru Institute for Development of Economics and Finance atau Indef sebelumnya mengungkapkan, fenomena deflasi terjadi menjelang Lebaran 2025. Hal ini juga menjadi anomali yang cukup mencolok.
“Ini mengingat pada tahun-tahun sebelumnya selalu terjadi inflasi pangan akibat lonjakan permintaan menjelang Ramadan dan Idulfitri,” tulis laporan Indef bertajuk Dinamika Ekonomi Pangan dan Energi Menjelang Lebaran.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), deflasi tahunan pertama kali tercatat sejak 2000 yaitu 0,09% secara tahunan pada Februari 2025. Komoditas utama yang memberikan andil terhadap deflasi pangan ini antara lain beras, tomat, cabai merah, dan daging ayam ras.
Turunnya harga beras sendiri menyumbang deflasi0,11% secara tahunan. Sementara cabai merah dan daging ayam ras juga menyumbang penurunan yang signifikan pada harga pangan secara keseluruhan.
Di sisi lain, Indef mengungkapkan deflasi pangan ini bisa mengindikasikan pelemahan daya beli masyarakat secara umum, alih alih keberhasilan menekan harga. “Biasanya menjelang Ramadan terjadi lonjakan permintaan konsumsi, namun tahun ini pertumbuhannya lebih lambat dibanding Ramadan sebelumnya,” tulis Indef.
Konsumsi rumah tangga masih tertahan dengan beberapa faktor menjadi penyebab. Hal ini seperti kondisi ekonomi yang menekan pendapatan. Situasi ini membuat sebagian rumah tangga, bahkan kelas menengah harus lebih berhati-hati dalam belanja, meskipun harga pangan turun.