Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan membenarkan potongan pajak penghasilan (PPh) pasal 21 untuk Tunjangan Hari Raya (THR) karyawan pada Maret 2024 lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya.
Hal ini seiring dengan penerapan PPh pasal 21 dengan skema Tarif Efektif Rata-rata (TER) sejak Januari 2024 lalu. Perhitungan pajak dengan skema TER ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023.
"Kemarin banyak yang menanyakan apa benar THR pajaknya tinggi?. Mungkin jawaban saya adalah memang lebih tinggi," kata Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti saat konferensi pers di Jakarta, Senin (1/4).
Namun demikian, menurut Dwi, penghitungan PPh 21 karyawan dengan skema TER ini telah sesuai dengan ketentuan internasional. Bahkan negara-negara yang sudah terapkan skema TER, akan mengenakan potongan pajak lebih besar jika karyawan mendapat bonus atau tambahan penghasilan.
Melalui skema TER, pemotongan pada masa pajak Januari hingga November menggunakan penghitungan penghasilan bruto dikali dengan persentase sesuai tabel tarif efektif bulanan yang telah ditetapkan oleh DJP. Kemudian, penghitungan pada masa pajak Desember akan menggunakan metode yang diatur dalam Pasal 17 UU PPh.
Pada kesempatan berbeda, Dwi sempat menyampaikan jumlah PPh 21 yang dipotong pada bulan diterimanya THR memang akan lebih besar dibandingkan pada bulan-bulan lainnya karena jumlah penghasilan yang diterima lebih besar, sebab terdiri dari komponen gaji dan THR.
Walau ada penerapan TER dalam perhitungan pajak tersebut, namun penerapan tarif efektif ini tidak menimbulkan beban pajak baru jika dihitung dalam satu tahun untuk seluruh tingkat penghasilan.
"Penerapan TER sebagaimana dimaksud dalam PMK No. 168 Tahun 2023 tidak mengakibatkan adanya tambahan beban pajak baru," kata Dwi.
Malaysia dan Jepang Terapkan PPh 21 TER
Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Heist Yoga Saksama menjelaskan tabel tarif efektif bulanan tersebut telah didesain untuk meminimalkan kemungkinan kurang bayar yang terlalu besar pada masa pajak Desember.
Menurut Yoga, skema itu telah diterapkan di banyak negara, seperti Malaysia, Australia, hingga Jepang. Pemerintah kini berupaya menerapkan skema yang sama melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023 serta Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023.
Jika pun terjadi lebih bayar, Dwi menegaskan, Ditjen Pajak tidak akan melakukan audit keuangan kepada wajib pajak pribadi.
“Wajib pajak orang pribadi yang lebih bayar sampai Rp 100 juta diberikan percepatan pengembalian atau restitusi. Tidak diperiksa, hanya diteliti dalam jangka waktu 15 hari. Itu saja tidak diperiksa, apalagi TER,” ujar Dwi.
Rincian Tarif Efektif Bulanan:
Kategori A diperuntukkan bagi orang pribadi dengan status penghasilan tidak kena pajak (PTKP) tidak kawin tanpa tanggungan (TK/0) dengan nilai PTKP Rp54 juta, tidak kawin dengan jumlah tanggungan 1 orang (TK/1) dengan nilai Rp58,5 juta, dan kawin tanpa tanggungan (K/0) dengan nilai Rp 58,5 juta.
Kategori B diterapkan untuk orang pribadi dengan status PTKP tidak kawin dengan tanggungan 2 orang (TK/2) dengan nilai PTKP Rp 63 juta, tidak kawin dengan jumlah tanggungan 3 orang (TK/3) dengan nilai Rp 67,5 juta, kawin dengan jumlah tanggungan 1 orang (K/1) dengan nilai Rp 63 juta, dan kawin dengan jumlah tanggungan 2 orang (K/2) dengan nilai Rp 67,5 juta.
Sementara kategori C diterapkan untuk orang pribadi dengan status PTKP kawin dengan jumlah tanggungan 3 orang (K/3) dengan nilai PTKP sebesar Rp 72 juta.