PPN Besaran Tertentu Hasil Tani Berpotensi Naik Jadi 1,2% Tahun Depan

ANTARA FOTO/Muhammad Izfaldi/rwa.
Ilustrasi, pekerja mengangkut tandan buah segar (TBS) ke mobil bak terbuka di areal perkebunan sawit di Kota Bengkulu, Bengkulu, Selasa (27/2/2024).
Penulis: Agung Jatmiko
15/4/2024, 15.10 WIB

Mulai tahun depan, tarif pajak pertambahan nilai atau PPN dengan besaran tertentu untuk barang hasil pertanian berpotensi naik, dari 1,1% menjadi 1,2%.

Kenaikan ini dapat terjadi, dengan catatan tarif umum PPN tahun depan naik dari 11% menjadi 12%, sebagaimana diamanatkan dalam UU PPN yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP.

"Tarif sebesar 1,2% dari harga jual mulai berlaku saat diberlakukannya penerapan tarif PPN sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b UU PPN," bunyi Pasal 3 ayat (1) huruf b Peraturan Menteri Keuangan Nomor 64/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Barang Hasil Pertanian Tertentu, dikutip Senin (15/4).

Berdasarkan PMK 64/2022, terdapat 41 komoditas pertanian yang atas penyerahannya menggunakan tarif 1,2% mengikuti kenaikan tarif umum PPN 12%.

Hasil pertanian yang mendapatkan tarif PPN besaran tertentu tersebut, tersebar di komoditas perkebunan, tanaman pangan, tanaman hias dan obat, hasil hutan, serta hasil hutan bukan kayu.

Perhitungan penentuan tarif PPN besaran tertentu untuk hasil pertanian ini, dihitung sebesar 10% dari tarif umum PPN yang berlaku.

PMK 64/2022 juga mengatur, bahwa pengusaha kena pajak atau PKP yang akan melakukan penyerahan barang hasil pertanian tertentu dengan tarif PPN besaran tertentu, wajib menyampaikan pemberitahuan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat PKP dikukuhkan.

Pemberitahuan tersebut, harus disampaikan paling lambat pada saat batas waktu penyampaian SPT Masa PPN masa pajak pertama dimulainya penggunaan skema PPN dengan besaran tertentu.

Adapun, PKP yang memungut dan menyetorkan PPN besaran tertentu, dapat beralih memungut PPN menggunakan tarif umum, yakni sebesar 11% pada tahun ini dan 12% pada tahun depan, dengan menyampaikan pemberitahuan ke KPP. Hal ini tertera dalam Pasal 5 ayat (1) PMK 64/2022.

Kewajiban untuk memungut PPN menggunakan tarif umum mulai berlaku pada masa pajak pertama setelah berakhirnya tahun pajak yang pemungutan PPN-nya menggunakan besaran tertentu.

Bila PKP telah beralih memungut dengan tarif umum, maka tidak dapat kembali memungut PPN dengan besaran tertentu untuk masa-masa pajak dan tahun-tahun pajak berikutnya.

Sebagai informasi, pemerintah terus mengkaji kebijakan terkait kenaikan PPN menjadi 12% pada 2025 mendatang. Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menjelaskan, meski kebijakan tersebut telah ditetapkan dalam UU HPP, pemerintah juga memantau perkembangan terkini.

"Kajian akan terus kami jalankan, dan transisi pemerintah juga akan terjadi. Jadi kami juga menunggu," ujar Suryo dilansir dari Antara, Rabu (20/3).

Sementara, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, penerapan tarif PPN 12% tetap akan mengikuti peraturan dan etika politik yang santun. Oleh karena itu, kenaikan tarif PPN akan menjadi keputusan pemerintahan baru.

"PPN 12% itu sesuai dengan fatsun politiknya saja, undang-undang harmonisasi perpajakan (UU HPP) yang dibahas kita semua [sudah] setuju, namun kita juga harus menghormati pemerintahan baru," ujar Sri Mulyani.