Perekonomian Cina tumbuh 5,3% secara tahunan (yoy) pada kuartal I 2024. Realisasi ini jauh di atas perkiraan analis sebesar 4,6% berdasarkan jajak pendapat Reuters dan naik dari 5,2% pada kuartal sebelumnya.
Ekonom Moody’s Analytics Harry Murphy Cruise mengatakan, secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Cina meningkat dari 1,4% menjadi 1,6% pada tiga bulan sebelumnya.
“Angka pertumbuhan kuartal pertama yang kuat sangat membantu dalam mencapai target Cina sekitar 5% untuk tahun ini,” kata ekonom Moody’s Analytics Harry Murphy Cruise dikutip dari Reuters, Rabu (17/4).
Namun para analis mengatakan, target pertumbuhan yang ingin dicapai Beijing dinilai terlalu ambisius jika dibandingkan dengan langkah-langkah stimulus fiskal dan moneter yang dipersiapkan pemerintah. Terlebih, pertumbuhan tahun lalu sebesar 5,2%, tertolong oleh pemulihan ekonomi dari dampak Covid-19.
Di tengah kondisi pemulihan tersebut, pertumbuhan ekonomi Cina terhenti akibat penurunan bisnis di sektor properti, kemudian meningkatnya jumlah utang, dan lemahnya belanja konsumen.
Indikator ekonomi yang dirilis pemerintah juga bersamaan dengan data Produk Domestik Bruto (PDB), termasuk investasi properti, penjualan ritel dan output industri, menunjukkan pelemahan. Sehingga membebani momentum secara keseluruhan.
Krisis Properti Jadi Tantangan Ekonomi Cina
Pertumbuhan ekonomi Cina memberi sedikit keringan kepada pemerintah, ketika mereka mencopa menopang pertumbuhan di tengah pelemahan sektor properti dan meningkatnya beban utang pemerintah daerah.
Krisis di sektor properti telah menjadi hambatan besar bagi perekonomian Cina. Kinerja ekonomi pada bulan Maret 2024 menyoroti parahnya krisis di sektor properti, yang telah berdampak pada perekonomian yang lebih luas.
Selain itu, krisis ini juga berdampak pada kepercayaan dunia usaha dan konsumen, rencana investasi, keputusan perekrutan tenaga kerja baru, dan kinerja pasar saham.
Bahkan harga rumah baru di Cina turun pada laju tercepat dalam lebih dari delapan tahun pada bulan lalu. Investasi properti turun 9,5% secara tahunan, memperdalam kemerosotannya setelah penurunan 9,0% pada bulan Januari-Februari.
Tak hanya itu, penjualan perumahan juga anjlok 23,7%, dibandingkan dengan penurunan 20,5% dalam dua bulan pertama tahun ini. Hal ini akan turut memengaruhi perlambatan ekonomi pada tahun ini.
Apalagi, bank sentral AS, The Federal Reserve dan negara-negara maju lainnya tidak terburu-buru untuk mulai menurunkan suku bunga, sehingga Cina mungkin akan menghadapi pertumbuhan ekspor di bawah standar dalam jangka waktu yang lebih lama.