Sri Mulyani Waspadai Dampak 2 Hal ke RI: Geopolitik dan Suku Bunga AS

Fauza Syahputra|Katadata
Menteri Keuangan, Sri Mulyani hadir di sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden 2024 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (5/4/2024).
26/4/2024, 19.28 WIB

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati masih mewaspadai dampak sejumlah hal kepada perekonomian Indonesia. Salah satu yang diwaspadainya adalah meningkatnya tensi geopolitik di Timur Tengah.

Ia menjelaskan bahwa potensi perang antara Iran dan Israel masih menjadi fokus utama global karena dapat mempengaruhi perekonomian dunia yang signifikan.

“Kita berharap kedua belah pihak berusaha untuk menghindarkan perang secara terbuka namun ketegangan tersebut ini harus di waspada,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (26/6).

Peningkatan tensi geopolitik ini, sudah mulai terlihat pada eskalasi harga minyak dalam beberapa waktu terakhir. Sebagai contoh, saat ini harga minyak mentah Brent tercatat sudah mencapai US$ 88 per barrel, meningkat 14,3% secara year to date (ytd).

Sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) juga mengalami peningkatan harga 17,5% (ytd) menjadi US$84,2. Bendahara negara ini menjelaskan kecenderungan harga minyak yang tinggi akan mempengaruhi perekonomian dan APBN RI serta menyebabkan inflasi.

“Kami masih perlu terus waspada disrupsi lebih lanjut, terutama minyak dan gas,” ujarnya.

Di sisi lain, bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve masih mempertahankan suku bunga tinggi. Hal ini karena inflasi AS belum masih tinggi dan tidak sesuai ekspektasi pasat.

“Kepala Gubernur The Fed, Jerome Powell menyampaikan, perekonomian Amerika Serikat masih tumbuh, dan inflasi belum menurun. Ini yang menyebabkan Federal Reserve menunda penurunan suku bunga,” ujarnya.

Pada awalnya, pasar optimistis bank sentral AS akan melakukan penurunan suku bunga acuan bahkan hingga enam kali. Namun sejak Juli 2023, The Fed mempertahankan suku bunga di angka 5,50%. 

"Dengan situasi ini pergeraakan UST masih meningkat 4,6 10 dan DXY mengalami kenaikan 105,7 maka mata uang lainnya dalam posisi lemah," ujarnya

Reporter: Zahwa Madjid