Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan harga minyak mentah Indonesia (ICP) akan berkisar pada harga US$ 75- US$ 85 per barel di tahun 2025 atau pada masa pemerintahan Prabowo Subianto.
“Dengan mencermati tensi geopolitik yang saat ini masih berlanjut maka harga minyak mentah Indonesia diperkirakan sebesar US$ 75 - US$ 85 per barel,” kata Sri Mulyani dalam pidatonya saat Rapat Paripurna DPR di Jakarta, pada Senin (20/5).
Menurut paparannya ketika menyampaikan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025, harga minyak merupakan salah satu faktor yang berdampak signifikan pada perekonomian dan kebijakan ekonomi makro.
“Pada saat harga tinggi, memacu pertumbuhan melalui permintaan eksternal (ekspor) maupun permintaan domestik. Sementara ketika harga jatuh, pertumbuhan ekonomi dan posisi fiskal mengalami tekanan,” ujarnya.
Sri Mulyani menyampaikan, bahwa harga minyak acuan dunia, yakni Brent pernah naik ke level US$ 115 per barel pada Juni 2014, dan turun tajam ke titik terendah US$ 28 per barel di Januari 2016.
Tidak hanya sekali, harga minyak kembali terpuruk saat pandemi Covid-19. Pada April 2020 lalu, harga minyak jatuh lagi ke level terendah US$ 23 per barel. Namun akibat perang di Ukraina, harga kembali melonjak tinggi ke level US$ 120 per barel pada Juni 2022.
“Di tahun 2023, harga minyak turun tajam menjadi US$ 65 per barel, kemudian naik kembali menjadi US$ 90 per barel di awal 2024 akibat perang di Gaza, Palestina. Keadaan ini juga terjadi untuk komoditas lainnya seperti batu bara dan minyak sawit yang mengalami tren fluktuatif," kata dia.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, pada 2023 rata-rata ICP mencapai US$ 78,43 per barel dari target US$ 90 per barel. Sementara berdasarkan kesepakatan antara DPR dan Kementerian Keuangan, asumsi harga ICP direvisi menjadi US$ 82 per barel pada 2024 atau lebih tinggi dari asumsi sebelumnya US$ 80 per barel.
Ketegangan Timur Tengah Pengaruhi Harga Minyak
Kementerian ESDM menetapkan rata-rata harga (ICP) pada April 2024 sebesar US$ 87,61 per barel. Angka ini naik 4,8% atau US$ 3,83 dibandingkan bulan sebelumnya US$ 83,74 per barel.
Penetapan ICP April 2024 melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 238.K/MG.03/DJM/2024. Tim Harga Minyak Mentah Indonesia mengatakan naiknya harga ICP ini berkaitan dengan peningkatan ketegangan Timur Tengah.
“Ketegangan ini memicu kekhawatiran pasar akan gangguan suplai minyak, khususnya jika ada hambatan jalur minyak di Selat Hormuz,” kata Tim Harga Minyak Mentah Indonesia dalam Executive Summary, dikutip Jumat (3/5).
Selain ketegangan Timur Tengah, peningkatan harga juga terjadi karena OPEC merevisi penurunan proyeksi produksi dari negara-negara non OPEC pada publikasi April 2024 dibandingkan bulan sebelumnya. Dari 80 juta barel per hari (bph) menjadi 70,53 juta bph pada 2024.
Kemudian pada laporan Badan Informasi Energi (EIA) terdapat penurunan stok gasoline atau bensin Amerika. “Stok gasoline komersial Amerika Serikat mengalami penurunan sebesar 1,1 juta barel pada akhir April 2024 dibandingkan akhir bulan sebelumnya menjadi 226,7 juta barel,” ujar Tim Harga Minyak.
Tidak hanya itu, penurunan inflasi di kawasan Eropa pada Maret 2024 mencapai 2,4% melebihi perkiraan. Hal ini menimbulkan ekspektasi pasar untuk penurunan suku bunga pada Juni.
Menurut Tim Harga, hal tersebut turut memeengaruhi peningkatan harga minyak mentah dunia. Sementara untuk kawasan Asia Pasifik, peningkatan harga minyak mentah juga dipengaruhi peningkatan pertumbuhan manufaktur Cina dan India pada Maret 2024 dibandingkan bulan sebelumnya, yang mencapai PMI Manufaktur masing-masing sebesar 50,8 dan 59,1.
“Impor Kilang Independen Cina mengalami peningkatan tertinggi dalam tujuh bulan terakhir yang capai 127,54 juta barel dan crude throughput kilang Cina meningkat 1,3% yoy mencapai 14,7 juta bph pada triwulan I tahun 2024 ketika GDP tumbuh hingga 5,3%,” ucap Tim Harga.